Makalah Askep Kejang Demam Pada Anak Pdf, Doc
Kejang Demam Anak
Pendahuluan
Kejang (seizures)
adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak dan tidak
terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak. Kejang demam ialah
kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
38˚C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak berumur di bawah
5 tahun pernah menderita kejang demam. Kriteria diagnostik mencakup kejang
pertama yang dialami oleh anak dengan suhu lebih tinggi dari 38˚C, anak berusia kurang dari 6 tahun,tidak
ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat dan anak tidak menderita
gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai
kejang demam jinak apabila berlangsung kurang dari 15 menit, tidak
memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung dalam
suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Kejang demam
kompleks memiliki durasi lebih lama,ada tanda fokal dan terjadi dalam rangkaian
yang berkepanjangan.
Anamnesis
Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis
yaitu menanyakan pada penjaga atau ibu bapak anak hal-hal berkaitan dengan
keluhan anaknya. Anamnesis anak dengan kejang demam biasanya didapatkan riwayat
kejang demam pada anggota keluarga lainnya(ayah,ibu atau saudara kandung).1
Ø
Tanggal lahir
Ø
Tempat lahir
Ø
Ditolong oleh siapa
Ø
Cara kelahiran
Ø
Kehamilan ganda
Ø
Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan
Ø
Masa kehamilan
Ø
Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan
masa kehamilan, kurang atau besar)
Pemeriksaan
Fisik
Tidak ada
pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat dilakukan
pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan,
denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh.2 Pemeriksaan tingkat kesadaran
diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau
tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan
kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi
atas: a) Compos mentis: sadar
terhadap diri dan lingkungan b) Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi
c ) Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri d)
Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun lagi
e) Koma : tanpa gerakan sama sekali. Secara kuantitatif dapat
digunakan Glasgow Coma Scale, tabel berikut akan menjelaskan tentang Glasgow
Coma Scale.
Gambar 1 . Tabel
Glasgow Coma Scale3
Skor
terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang
tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda
rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk
pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda
Laseque dan tanda Brudzinsky.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa
serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai. Adanya
pemeriksaan ini bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam namun juga
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang
membangkitkan serangan kejang.3 Pemeriksaan elektrolit menunjukkan
adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan hiperfosfatemia. Selain itu didapati
penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia. Analisa cairan serebrospinal
tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada
kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak. Pemeriksaan EEG
tidak diindikasikan pasca kejang demam sederhana karena umumnya gambarannya
hanya akan membuktikan bentuk normal dan tidak akan mengubah manajemen. EEG
hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun anak yang beresiko
berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan yang mencolok sering dialami pada
anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan anak normal. EEG tidak dapat
digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan mengalami kejang demam
berulang atau yang mengalami epilepsi.
Diagnosa
Kerja
Kejang
demam sederhana merupakan suatu gambaran kejang yang berlangsung kurang dari 15
menit, tidak menunjukkan adanya gambaran fokal yang signifikan, tidak
berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30
menit serta serangan hanya terjadi satu kali dalam sehari.2,3
Modifikasi kriteria Livingstone dapat digunakan untuk menegakkan kejang demam
sederhana, yaitu:
ü
Umur
ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.
ü
Kejang
berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
ü
Kejang
bersifat umum.
ü
Kejang
timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
ü
Pemeriksaan
saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
ü
Pemeriksaan
EEG yang dibaut sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan
adanya kelainan.
ü
Frekuensi
bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kendala yang
ditemukan dalam penggr4unaan kriteria Livingstone yaitu sulitnya menganamnesis
berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang.
Diagnosa
Banding
Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu kejang yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Lalu,
kejang demam juga harus dibedakan dengan meningitis dimana dari pemeriksaan
kaku kuduk dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosa tersebut. Selain itu,
definisi dari kejang demam itu sendiri menyingkirkan kejang yang disebabkan
oleh penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang
pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan
yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.
Kejang Demam Kompleks / Atipikal
Merupakan
kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama (lebih dari 15
menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks dapat
terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks
harus diwaspadai karena dapat merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta
dapat menyebabkan komplikasi berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu
diperhatikan untuk membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama
berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi.4
Epilepsi
Epilepsi adalah salah satu penyakit akibat adanya kelainan pada otak,
dimana pada otak dapat ditemukan beberapa lokasi yang abnormal yang diyakini
sebagai pemicu kejang. Epilepsi memiliki beberapa tipe yaitu grandma, petitmal.
Dll. Kejang pada epilepsy mirip dengan kejang pada demam, namun ada beberapa
hal yang membedakan yaitu onset serangan, kesadaran, gerakan ekstrimitas, dan
tahanan kejang. Pada epilespsi inset serangan biasanya gradual, kesadaran pasca
serangan adalah baik, gerakan ekstrimitas saat kejang tidak beraturan, dan
gerakan kejang bila mendapat tahanan dapat dihentikan. Pada epilepsy pun jika
dilakukan pemeriksaan EEG maka akan menunjukan adanya gambaran EEG abnormal,
yaitu banyak terdapat spike.
Meningitis
Merupakan
infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi ini dapat
disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus
pneumonia, Eschericia coli, dan Haemophilus
influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex. Ada
triad klasik dari meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan
perubahan status mental. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia dan
fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik ini, maka sulit untuk menegakkan
diagnosis meningitis pada seseorang. Pada anak biasanya terlihat irritabel dan
kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan
fontanella. Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan
untuk menegakkan adanya meningitis.
Ensefalitis
Merupakan
merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya disebabkan oleh virus,
namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini dapat masuk
melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya
berupa demam tinggi, pusing kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada
pasien anak umumnya dijumpai demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya
ensefalitis juga dapat diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak
dapat menunjukkan peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan
kadar glukosa darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan
berarti pada analisa cairan serebrospinal.4
Etiologi
Pencetus
terjadinya kejang ialah adanya demam yang disebabkan oleh adanya infeksi pada
bayi dan anak. Bentuk infeksi yang mungkin ditemukan adalah infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih. Perlu diperhatikan untuk menyingkirkan infeksi sistem saraf pusat
sebagai penyebab kejang, baru memikirkan kemungkinan adanya kejang demam. Pada
banyak pasien kejang demam sering ditemukan riwayat kejang demam pada
keluarganya, oleh karena itu dicurigai adanya kecenderungan genetik pada
penyakit ini meskipun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.4,5
Epidemiologi
Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak usia
dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya terjadi pada usia 14-18 bulan. Sangat
jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia diatas 6 tahun. Pada
saudara kandung insidensinya berkisar 9–17%. Angka kejadian pada kembar
monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara
kandung juga meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi
komplikasi berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko
berupa riwayat keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko
negatif yaitu sekitar 1%.2
Patofisiologi
Untuk
mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari hasil
metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses
metabolisme ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke
jantung kemudian ke otak. Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh
suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya
ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi
dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium
dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga
homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase. Keseimbangan
potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di
ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.3
Pada
keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada
seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%,
bandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan kalium sehingga
kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua
jenis neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya
neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang
dapat menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron
yang mati (misalnya oleh karena adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis
dan malformasi arterivenosus) juga dapat meningkatkan perkembangan sinaps
hipereksitasi yang baru. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju
motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot
rangka.4 Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada
anak dengan ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o
C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang
pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung
singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi
pada kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh karena
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot
dan selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat
menyebabkan kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu
yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran
darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.5
Manifestasi
Klinik
Terjadinya kejang pada
kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang
bila suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan
tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik
keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa
didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang berlangsung
kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk,
tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut
periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau
menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis..
Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa
ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di
sekitarnya.Kejang demam yang
berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan
kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang)
yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama.6
Penatalaksanaan Non
Medika Mentosa
Seringkali kejang
yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan napas
agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam.5
- Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.
- Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan O2 jika tersedia.
- Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.
- Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
- Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.
Setelah kejang
berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam
biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan
kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.6 Hal yang perlu
diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang akibat infeksi pada
sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak. Oleh karena
itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 – L5 untuk
mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui
kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat.5,6 Namun,
analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang demam
melainkan hanya dilakukan pada: a) Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun b)
Kejang yang berulang dan c) Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat
seperti adanya defisit neurologis pasca kejang
Penatalaksanaan Medika Mentosa
Pengobatan
pada anak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu (1) fungsi ginjal dan hati
yang belum sesempurna orang dewasa, (2) dosis harus ditentukan menurut berat
badan, umur, atau luas permukaan tubuh untuk menjamin tidak terjadi kelebihan
dosis obat, dan (3) untuk antimikroba harus memperhatikan dosis karena keadaan
tubuh anak-anak adalah lebih bnyak cairan dan lebih sedikit protein globulin
dalam peredaran, sehingga harus memperhitungkan fraksi obat yang akan aktif
dalam tubuh.
Pada
saat kejang yang pertama perlu dilakukan adalah pembebasan jalan nafas dan
memiringkan posisi tubuh untuk mencegah aspirasi. Untuk pengobatan secara
farmakologis, dapat diberikan diazepam (5mg untuk BB<10kg dan 10mg untuk
BB> 10kg) secara rectal. Tunggu selama 5 menit, bila belum berhenti lakukan
kembali dengan dosis yang sama. Bila masih gagal juga berikan diazepam i.v.
dengan dosis 0.3-0.5 mg/kgBB. Bila masih gagal juga segera berikan fenitoin
10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit. Setelah kejang berhenti berikan
dosis 4-8mg/kgBB/hari 12 jam setelah dosis awal. Bila cara-cara diatas masih
tidak dapat mengatasi kejang, segera larikan pasien ke ICU.
Bila
pasien datang sudah tidak dalam keadaan kejang, turunkan suhu tubuh pasien
dengan pemberian antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB/kali (maksimal 5
kali/hari) dan antikonvulsan (oral 0.3 mg/kg tiap 8 jam atau rectal 0.5 mg/kg
tiap 8 jam pada suhu 38.5oC) untuk mencegah terjadinya kejang
ulangan.
Pemberian
obat rumatan boleh diberikan bila pasien menunjukan 1 dari ciri-ciri, yaitu (1)
kejang >15 menit, (2) adanya kelainan neurologis pra dan pasca kejang, (3)
kejang fokal, (4) bila terjadi kejang yang berulang dalam waktu 24 jam, (5)
kejang demam pada usia <12 bulan, dan (6) kejang demam >4kali per tahun.
Pengobatan rumat dilakukan dengan asam valproat atau fenobarbital. Usahakan
jangan memberikan obat anti kejang berupa fenobarbital/luminal, karena obat
tersebut menyebabkan efek samping yang cukup mengganggu yaitu anak menjadi
hiperaktif, gangguan belajar, dan agresif. Obat ini baru boleh digunakan jika
tidak ada obat lain yang efektif.7
Komplikasi
Epilepsi
Anak yang
menderita kejang demam beresiko lebih besar mengalami epilepsi dibandingkan
dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor, namun yang
terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum kejang, timbulnya kejang
demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal
yang mengalami kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan
populasi kontrol.6Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila
anaknya abnormal, resiko dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor
ada maka resikonya menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai
10% dalam kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal,
berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50% kemungkinan
menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.
Prognosis
Dengan penangulangan
yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan
kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar
antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat
keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%.
- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda,
tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada
penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston (1954) mendapatkan dari
golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari
golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi
epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :
- Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
- Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
- Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor
tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa
demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali
faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja.7
Pencegahan
Pencegahan
terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh anak tidak terlalu
tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.3 Hal
yang dapat dilakukan ialah:
- Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.
- Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
- Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.
Kesimpulan
Kejang demam sederhana merupakan kejang akibat
peningkatan suhu tubuh yang umumnya terjadi bayi dan anak berusia 9 bulan – 5
tahun, dalam kurun waktu yang singkat (kurang dari 15 menit) dan hanya terjadi
satu kali dalam waktu 24 jam. Kejang ini memiliki faktor genetik dan akan
berhenti sendiri meskipun dibutuhkan pengobatan untuk mencegah rekurensi.
Keadaan kejang ini dapat dicegah dengan mengusahakan agar suhu tubuh anak tidak
terlalu tinggi. Umumnya kasus ini berprognosis baik dengan angka mortalitas
yang sangat rendah.
Daftar Pustaka
- Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking. International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health; 2009.
- Santoso M.,Kurniadhi D.,Tendean M.,Oktavia E.,Ciulianto R. Kejang demam. Panduan Kepaniteraan Klinik Pendidikan Dokter. Fakultas Kedokteran Ukrida:2009. p831-3.
- Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume 3. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.
- Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta: EGC; 2004.h.2059-60.
- Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures after febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493.
- Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.
- Mangunatmadja I. Kejang pada anak. In: Trihono PP, Purnamawati, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al. Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. 245-59.
0 komentar
Posting Komentar