Sabtu, 11 Agustus 2018

Makalah Askep Kejang Demam Pada Anak Pdf, Doc

Makalah Askep Kejang Demam Pada Anak Pdf, Doc

Kejang Demam Anak

Pendahuluan
Kejang (seizures) adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak dan tidak terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak. Kejang demam ialah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang dialami oleh anak dengan suhu lebih tinggi dari  38˚C, anak berusia kurang dari 6 tahun,tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan saraf pusat dan anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang demam dapat diklasifikasikan sebagai kejang demam jinak apabila berlangsung kurang dari 15 menit, tidak memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Kejang demam kompleks memiliki durasi lebih lama,ada tanda fokal dan terjadi dalam rangkaian yang berkepanjangan.

Anamnesis
            Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis yaitu menanyakan pada penjaga atau ibu bapak anak hal-hal berkaitan dengan keluhan anaknya. Anamnesis anak dengan kejang demam biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya(ayah,ibu atau saudara kandung).1
·         Identitas penderita:
Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin,status sosial ekonomi keluarga serta lingkungan tempat tinggal.
·         Riwayat penyakit sekarang:
Ø  Apakah keluhan utama pasien datang berobat?
Ø  Adakah terjadi kejang? Kapan pertama kejang?Berapa lama kejang? Jenis kejang? Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi kejang?
Ø  Demam sejak kapan? Penyebab demam adakah di luar susunan saraf pusat?
Ø  Kesadaran anak sebelum/setelah kejang?
Ø  Kejang tonik,klonik,fokal,generalisata?
·         Riwayat penyakit dahulu:
Ø  Adakah pernah menderita kejang demam sebelumnya? Jika ada di usia berapa? Frekuensi kejang?
Ø  Adakah ada riwayat penyakit neurologis yang lain seperti meningitis?
Ø  Adakah ada sebarang kelainan pada organ atau sistem tubuh yang lain?
·         Riwayat pengobatan:
Ø  Adakah pernah berjumpa dokter lain untuk mendapatkan perawatan?
Ø  Adakah ada mangkonsumsi obat-obat yang diresep oleh dokter atau dibeli di apotek sebelumnya?
·         Riwayat kehamilan:
Ø  Kesehatan ibu saat kehamilan
Ø  Pernah sakit panas?
Ø  Pernah tetanus toxoid?
·         Riwayat kelahiran:
Ø  Tanggal lahir
Ø  Tempat lahir
Ø  Ditolong oleh siapa
Ø  Cara kelahiran
Ø  Kehamilan ganda
Ø  Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan
Ø  Masa kehamilan
Ø  Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan, kurang atau besar)
·         Riwayat penyakit keluarga:2
Ø  Adakah ada riwayat kejang demam dalam keluarga?
Ø  Adakah ada riwayat epilepsi dalam keluarga?
Ø  Adakah ada riwayat penyakit neurologis lain dalam keluarga?
·         Riwayat pertumbuhanà Kurva berat badan terhadap umur

Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.2 Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi atas:      a) Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan b) Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi c ) Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri d) Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun lagi e) Koma : tanpa gerakan sama sekali. Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale, tabel berikut akan menjelaskan tentang Glasgow Coma Scale.
Tabel Glasgow Coma Scale, GCS, Tabel GCS
Gambar 1 . Tabel Glasgow Coma Scale3
Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.
    
kernig sign, tanda kernig sign, pemeriksaan kernig sign, cara kernig sign, melakukan kernig signBrudzinski sign, tanda Brudzinski sign, tanda Brudzinski, cara Brudzinski sign, melakukan Brudzinski sign, praktik Brudzinski sign

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan radiologik yang sesuai. Adanya pemeriksaan ini bukan hanya untuk menegakkan diagnosis kejang demam namun juga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang membangkitkan serangan kejang.3 Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan hiperfosfatemia. Selain itu didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia. Analisa cairan serebrospinal tidak selalu dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak. Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang demam sederhana karena umumnya gambarannya hanya akan membuktikan bentuk normal dan tidak akan mengubah manajemen. EEG hanya diindikasikan pada kejang demam atipik maupun anak yang beresiko berkembang menjadi epilepsi. Kelainan EEG berupa  perlambatan yang mencolok sering dialami pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan anak normal. EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan mengalami kejang demam berulang atau yang mengalami epilepsi.


Diagnosa Kerja
Kejang demam sederhana merupakan suatu gambaran kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, tidak menunjukkan adanya gambaran fokal yang signifikan, tidak berlangsung dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit serta serangan hanya terjadi satu kali dalam sehari.2,3 Modifikasi kriteria Livingstone dapat digunakan untuk menegakkan kejang demam sederhana, yaitu:


ü  Umur ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.
ü  Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
ü  Kejang bersifat umum.
ü  Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
ü  Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
ü  Pemeriksaan EEG yang dibaut sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan adanya kelainan.
ü  Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kendala yang ditemukan dalam penggr4unaan kriteria Livingstone yaitu sulitnya menganamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami kejang.

Diagnosa Banding
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu kejang yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Lalu, kejang demam juga harus dibedakan dengan meningitis dimana dari pemeriksaan kaku kuduk dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosa tersebut. Selain itu, definisi dari kejang demam itu sendiri menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.
Kejang Demam Kompleks / Atipikal
Merupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama (lebih dari 15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks dapat terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks harus diwaspadai karena dapat merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta dapat menyebabkan komplikasi berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi.4
            Epilepsi
Epilepsi adalah salah satu penyakit akibat adanya kelainan pada otak, dimana pada otak dapat ditemukan beberapa lokasi yang abnormal yang diyakini sebagai pemicu kejang. Epilepsi memiliki beberapa tipe yaitu grandma, petitmal. Dll. Kejang pada epilepsy mirip dengan kejang pada demam, namun ada beberapa hal yang membedakan yaitu onset serangan, kesadaran, gerakan ekstrimitas, dan tahanan kejang. Pada epilespsi inset serangan biasanya gradual, kesadaran pasca serangan adalah baik, gerakan ekstrimitas saat kejang tidak beraturan, dan gerakan kejang bila mendapat tahanan dapat dihentikan. Pada epilepsy pun jika dilakukan pemeriksaan EEG maka akan menunjukan adanya gambaran EEG abnormal, yaitu banyak terdapat spike.
Meningitis
Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia, Eschericia coli, dan Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang. Pada anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan fontanella. Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan adanya meningitis.
Ensefalitis
Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada analisa cairan serebrospinal.4

Etiologi
Pencetus terjadinya kejang ialah adanya demam yang disebabkan oleh adanya infeksi pada bayi dan anak. Bentuk infeksi yang mungkin ditemukan adalah infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Perlu diperhatikan untuk menyingkirkan infeksi sistem saraf pusat sebagai penyebab kejang, baru memikirkan kemungkinan adanya kejang demam. Pada banyak pasien kejang demam sering ditemukan riwayat kejang demam pada keluarganya, oleh karena itu dicurigai adanya kecenderungan genetik pada penyakit ini meskipun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.4,5

Epidemiologi
Kejang demam  terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya terjadi pada usia 14-18 bulan. Sangat jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak berusia diatas 6 tahun. Pada saudara kandung insidensinya berkisar 9–17%. Angka kejadian pada kembar monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara kandung juga meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi komplikasi berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa riwayat keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar 1%.2

Patofisiologi
Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari hasil metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses metabolisme ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase. Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.3
Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati (misalnya oleh karena adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi arterivenosus) juga dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.4 Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu 40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.5

Manifestasi Klinik
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis.. Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.6

Penatalaksanaan Non Medika Mentosa
Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam.5
  1. Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.
  2. Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan O2 jika tersedia.
  3. Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.
  4. Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
  5. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.

Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.6 Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak. Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 – L5 untuk mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat.5,6 Namun, analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang demam melainkan hanya dilakukan pada: a) Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun b) Kejang yang berulang dan c) Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya defisit neurologis pasca kejang

Penatalaksanaan Medika Mentosa
            Pengobatan pada anak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu (1) fungsi ginjal dan hati yang belum sesempurna orang dewasa, (2) dosis harus ditentukan menurut berat badan, umur, atau luas permukaan tubuh untuk menjamin tidak terjadi kelebihan dosis obat, dan (3) untuk antimikroba harus memperhatikan dosis karena keadaan tubuh anak-anak adalah lebih bnyak cairan dan lebih sedikit protein globulin dalam peredaran, sehingga harus memperhitungkan fraksi obat yang akan aktif dalam tubuh.
            Pada saat kejang yang pertama perlu dilakukan adalah pembebasan jalan nafas dan memiringkan posisi tubuh untuk mencegah aspirasi. Untuk pengobatan secara farmakologis, dapat diberikan diazepam (5mg untuk BB<10kg dan 10mg untuk BB> 10kg) secara rectal. Tunggu selama 5 menit, bila belum berhenti lakukan kembali dengan dosis yang sama. Bila masih gagal juga berikan diazepam i.v. dengan dosis 0.3-0.5 mg/kgBB. Bila masih gagal juga segera berikan fenitoin 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit. Setelah kejang berhenti berikan dosis 4-8mg/kgBB/hari 12 jam setelah dosis awal. Bila cara-cara diatas masih tidak dapat mengatasi kejang, segera larikan pasien ke ICU.
            Bila pasien datang sudah tidak dalam keadaan kejang, turunkan suhu tubuh pasien dengan pemberian antipiretik parasetamol 10-15mg/kgBB/kali (maksimal 5 kali/hari) dan antikonvulsan (oral 0.3 mg/kg tiap 8 jam atau rectal 0.5 mg/kg tiap 8 jam pada suhu 38.5oC) untuk mencegah terjadinya kejang ulangan.
            Pemberian obat rumatan boleh diberikan bila pasien menunjukan 1 dari ciri-ciri, yaitu (1) kejang >15 menit, (2) adanya kelainan neurologis pra dan pasca kejang, (3) kejang fokal, (4) bila terjadi kejang yang berulang dalam waktu 24 jam, (5) kejang demam pada usia <12 bulan, dan (6) kejang demam >4kali per tahun. Pengobatan rumat dilakukan dengan asam valproat atau fenobarbital. Usahakan jangan memberikan obat anti kejang berupa fenobarbital/luminal, karena obat tersebut menyebabkan efek samping yang cukup mengganggu yaitu anak menjadi hiperaktif, gangguan belajar, dan agresif. Obat ini baru boleh digunakan jika tidak ada obat lain yang efektif.7

Komplikasi
Epilepsi
Anak yang menderita kejang demam beresiko lebih besar mengalami epilepsi dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor, namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum kejang, timbulnya kejang demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal yang mengalami kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan populasi kontrol.6Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal, berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50% kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.

Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapat­kan:
  1. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%.
  2. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :
  1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
  2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
  3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila ha­nya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja.7

Pencegahan
Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.3 Hal yang dapat dilakukan ialah:
  1. Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.
  2. Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
  3. Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.


Kesimpulan
Kejang demam sederhana merupakan kejang akibat peningkatan suhu tubuh yang umumnya terjadi bayi dan anak berusia 9 bulan – 5 tahun, dalam kurun waktu yang singkat (kurang dari 15 menit) dan hanya terjadi satu kali dalam waktu 24 jam. Kejang ini memiliki faktor genetik dan akan berhenti sendiri meskipun dibutuhkan pengobatan untuk mencegah rekurensi. Keadaan kejang ini dapat dicegah dengan mengusahakan agar suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi. Umumnya kasus ini berprognosis baik dengan angka mortalitas yang sangat rendah.


Daftar Pustaka
  1. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking. International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health; 2009.
  2. Santoso M.,Kurniadhi D.,Tendean M.,Oktavia E.,Ciulianto R. Kejang demam. Panduan Kepaniteraan Klinik Pendidikan Dokter. Fakultas Kedokteran Ukrida:2009. p831-3.
  3. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Buku ajar pediatric Rudolph. Volume 3. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2007.h.2160-1.
  4. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta: EGC; 2004.h.2059-60.
  5. Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures after febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493.
  6. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.
  7. Mangunatmadja I. Kejang pada anak. In: Trihono PP, Purnamawati, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al.  Hot Topics in Pediatrics II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. 245-59.

0 komentar

Posting Komentar