Laporan Pendahuluan (LP) dan Laporan Kasus (LK) Kejang Demam Anak
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang merupakan gangguan neurologis yang
lazim pada kelompok umur pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000
anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak yang dapat nampak sebagai
gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal, kelainan
perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai
oleh gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan
kejang pada anak-anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar
otak seperti demam tinggi, infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin,
atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti gangguan pernafasan dan refluks
gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang menstimulasi terjadinya
kejang.
Sedangkan kejang demam merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa, pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah
anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada umur antara 3 bulan sampai 5
tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi tanpa adanya infeksi
atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang sebelumnya pernah
menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam. Kejang dan
demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan
elektrolit, ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan oleh gangguan
sistem saraf pusat, dalam hal ini tidak disebut kejang demam.
Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan. Jadi kejang yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi5.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal di atas 38 o C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada tahun 1980 sebuah
konferensi konsensus (The Consensus Development Panel on Febrile Convulsions)
yang diadakan oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang demam
sebagai kejadian kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi
antara umur tiga bulan dan lima tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa adanya bukti
infeksi SSP.1,2,3,4,5,7,8,10,13. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam perlu dipikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam. Bila demam disebabkan proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang
demam didahului diare hebat, perlu dipikirkan kemungkinan bahwa kejang bukan
disebabkan demam melainkan karena gangguan metabolic misalnya hiponatremia,
hipernatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia.
Wegman (1939) dan Millichap (1959)
dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada
umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939 ; Prichard dan
McGreat, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971)
berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh
sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949)
berpendapat bahwa 41,2 % anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3 %.
2.2.
Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan)
1,3,4,7,10,11,13. Di Amerika antara 2-5% anak-anak mengalami kejang demam
pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Sekitar 70-75% merupakan kejang demam
sederhana. 20-25% merupakan kejang demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari
pasien ini mengalami sedikitnya satu kali kekambuhan. Di internasional angka
yang serupa juga ditemukan pada negara berkembang, walaupun mungkin di negara
Asia frekuensinya lebih besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang
umum, kurang dari 5 menit dan terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan demam.
Penyakit pernafasan akut merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan kejang
demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau
Campylobacter dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih
sedikit1,3,8,9,12,13.
Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%)
menjadi epilepsi atau kejang non febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk
menjadi epilepsi lebih besar jika kejang demam mempunyai manifestasi yang
kompleks antara lain durasi lebih dari 15 menit, lebih dari satu kali kejang
dalam sehari. Faktor lain yang memperburuk yaitu onset awal dari kejang
(sebelum umur 1 tahun), riwayat keluarga epilepsi. Dan walaupun dengan adanya
faktor tersebut, risiko mengalami epilepsi setelah kejang demam itu masih
sangat rendah yaitu sekitar 15-20%1.
2.3. Etiologi dan Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler5.
Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan
ketika ambang kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam
bisa memicu kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70%
dari semua kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti
bahwa setiap otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang
akan mengalami kejang jika demamnya cukup tinggi. Sekali ambang ini dicapai
gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi fungsi motorik dan mental10.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel5.
Keseimbangan
potensial membran ini dapat berubah oleh:
1.
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2.
rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3.
perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan5.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan
demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan
terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium
dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi rendahnya ambang
kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang memiliki ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.
2.4. Manifestasi Klinis
Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks6,8.
Kejang demam
sederhana biasanya dikaitkan dengan :
-
temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38°C.
-
kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan
berlangsung kurang dari 15 menit.
-
Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak
menunjukkan kejang tanpa panas
-
Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan
sampai 5 tahun.
- Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis,
ensefalitis atau penyakit yang mempengaruhi otak2,4,6,7,8,9,12.
Pada kejang
demam kompleks biasanya:
-
Kejang bersifat lokal,
-
Lama kejang lebih dari 15 menit.
-
Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun.
-
Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.
-
Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali.
-
Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu
dan saudara kandung2,4,6,7,8,10,12.
Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan
kejang dengan episode kejang dengan demam. Kejang demam sederhana dikatakan
memiliki faktor risiko yang kecil untuk menjadi epilepsi di kemudian hari.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara lain
kejang yang atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari
umur 9 bulan, perkembangan milestone yang terhambat dan adanya kelainan
neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat
beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak tanpa faktor risiko2.
2.5.
Faktor Risiko
Faktor
risiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas,
radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2.6 Pemeriksaan Fisik
-
Penyebab dasar dari demam harus dilihat
-
Pemeriksaan fisik yang teliti sering mengungkapkan
otitis media, faringitis atau virus sebagai penyebab demam
-
Evaluasi serial dari status neurologis pasien adalah
sangat penting
-
Memeriksa tanda meningeal sebagaimana tanda trauma atau
ingesti zat toksik
2.7 Riwayat
Yang harus dicari adalah tipe dari kejang (umum atau lokal) durasinya
harus digambarkan untuk membedakan antara kejang demam sederhana dengan
kompleks dan paparan yang potensial untuk sakit.
Riwayat penyebab
dari demam, apakah karena virus, gastroenteritis harus bisa diterangkan.
Antibiotik yang pernah digunakan merupakan bagian yang penting sebab sebagian
mengobati meningitis sehingga harus diteliti. Pencarian terhadap riwayat
kelainan neurologis, perkembangan yang terhambat dan penyebab lain yang
potensial dari kejang8.
2.7 Komplikasi Kejang Demam
1.
Mesial temporal
sklerosis.
Hipoksia dan iskemia
terjadi pada kejang demam yang lama pada anak dikatakan menjadi faktor yang
bertanggungjawab pada terjadinya mesial temporal sklerosis, yang menimbulkan
gejala kejang parsial dengan gejala yang kompleks (epilepsi psikomotor).
Hubungan ini belum dapat dibuktikan.
Meldrum : kejang 30 menit → mesial
temporal
Sclerosis →
90% temporal lobe epilepsi
2.
Kejang demam berulang
Dari penelitian yang ada,
frekuensi terulangnya kejang demam berkisar antara 25 %-50%. Faktor terpenting
untuk memperkirakan berulangnya kejang demam adalah umur anak pada saat kejang
terjadi pertama kali. Anak yang mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1
tahun atau kurang mempunyai kemungkinan sebesar 65% mendapatkan kejang demam
kembali. Hal ini berbeda dengan apabila onset kejang antara umur 1 sampai 2 ½
tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset
kejangnya setelah 2 ½ tahun. Angka berulangnya kejang demam juga meningkat pada
anak yang memiliki perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama dan pada
anak yang memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam.
MARVIN Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga,
Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan :
-
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya
kejang pada wanita 50 % dan pada pria 33 %.
-
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan
riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada
tanpa riwayat kejang 25 %.
Faktor risiko terjadinya
kejang demam berulang
a.
Riwayat kejang
demam dalam keluarga.
b.
Usia kurang dari
18 bulan.
c.
Tingginya suhu
badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam makin kecil resiko
berulangnya kejang demam.
d.
Lamanya demam
sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya demam dengan terjadinya
bangkitan kejang demam, makin besar risiko berulangnya kejang demam.
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang
demam berulang kembali adalah 80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor
tersebut, risiko kejang demam kembali adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam
kembali paling besar pada tahun pertama.
3.
Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk menjadi
epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak yang
mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang dari kejang demam
memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi sampai umur 25 tahun.
MARVINAngka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian,
misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6 %, sedangkan
Livingstone (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9 %
yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
ternyata 97 % yang menjadi epilepsi.
Faktor risiko
terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a.
Perkembangan
saraf terganggu
b.
Kejang demam
kompleks
c.
Riwayat epilepsi
dalam keluarga
Masing-masing faktor risiko meningkatkan
kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko
tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%. Kemungkinan menjadi
epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. UKK
4.
Todd’ paresis
Merupakan kelemahan yang terjadi setelah
kejang dan timbul setelah kejang demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini
biasanya sembuh setelah 24 - 48 jam atau setelah 1 minggu.
5.
Gangguan
intelegensia
Yang mengalami kelainan ini adalah
anak-anak yang sebelumnya sudah menderita gangguan neurologis dan gangguan
perkembangan. Gangguan belajar dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi
dilaporkan pada anak dengan skuele kejang demam. Angka insiden dari komplikasi
ini sangat rendah pada anak normal yang mendapatkan kejang demam sederhana.
Tidak ada peningkatan insiden dari retardasi mental pada anak yang hanya
mendapatkan kejang demam dan pada anak yang normal sebelum timbul kejang
pertama. Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang
demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada penderita kejang
demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan
neurologi akan didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya
(Milichap, 1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa
demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar ( Nelson dan
Ellenberg). Kejang lama atau fokal dapat membentuk skuele di otak.
6.
Hemiparesis
Hemiparesis biasanya terjadi pada
penderita yang mengalami kejang lama ( berlangsung lebih dari setengah jam)
baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang
terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul
spastisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak yang menderita kejang
demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.
2.8 Diagnosis Banding
- Epidural hematom
- Infeksi epidural dan subdural
- Meningitis
- Bakteremia dan sepsis
- Status epilepticus
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium
berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit diatas 20.000 mL atau pergeseran kekiri yang ekstrim mungkin berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel lengkap dan kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok. Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak dibawah 18 bulan1.
berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit diatas 20.000 mL atau pergeseran kekiri yang ekstrim mungkin berhubungan dengan bakteremia. Hitung sel lengkap dan kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok. Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella yang menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak dibawah 18 bulan1.
-
Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan
kecuali diperlukan untuk mencari penyebab demam
-
Penilaian elektrolit jarang membantu dalam evaluasi
kejang demam
-
Pasien dengan kejang demam mempunyai insiden bakteremia
mirip dengan hanya dengan demam5.
2. Lumbal Punksi
Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang,
seorang dokter harus memutuskan apakah akan melakukan lumbal punksi. Indikasi
pungsi lumbal pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Fakta bahwa seseorang mempunyai riwayat kejang demam
sebelumnya tidak menyingkirkan meningitis sebagai penyebab kejang yang terjadi.
Semakin muda usia anak semakin penting dilakukan, karena pemeriksaan fisik
kurang reliabel dalam mendiagnosis meningitis. Lumbal punksi seharusnya
dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun, penyembuhan lambat, atau jika hal
lain sebagai penyebab demam tidak ditemukan1. Pelaksanaan lumbal
punksi kontroversi pada pasien dengan kejang demam sederhana. Dan perlu
dilakukan pada jika dicurigai terjadi meningitis walaupun kejang bukan
satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur melaporkan kurang dari 5%
insiden meningitis pada anak-anak menimbulkan kejang dan demam5,11.
Bila pasti bahwa kejang tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal
tidak perlu dilakukan.
Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis bervariasi tergantung pengalaman dokter. Rekomendasi yang
dapat digunakan adalah :
-
Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal
karena gejala meningitis sering tidak jelas.
-
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan
pungsi lumbal kecuali pasti bukan meningitis.
-
Bayi lebih dari 18 bulan umumnya gejala meningitis
sudah terlihat dengan jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak
dianjurkan.
3. Pemeriksaan
foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan
neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI
boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan kejang
fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak perlu dalam
evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang pertama kali. CT scan
dilakukan pada pasien dengan kejang demam kompleks.
3.
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) juga tidak perlu
pada evaluasi rutin pada anak dengan kejang demam sederhana pertama kali. EEG
tidak dapat memprediksi kemungkinan berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari. Oleh sebab itu, pemeriksaan
EEG pada kejang demam tidk direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas atau dengan faktor risiko
menjadi epilepsi2,5.
2.10 Pengobatan
A. Pengobatan Pada Saat Kejang
Pemberian diazepam rektal pada saat
kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Diazepam rektal dapat
diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah :
-
Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5
mg untuk anak di atas usia 3 tahun, atau
-
Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau
-
0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah, maksimum
diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati dengan depresi
pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak
0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per
menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam
dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam
jangan diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorbsi dengan baik. Bila
tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena sebanyak 15 mg/kg BB
perlahan-lahan. Bila masih tetap kejang, rawat di ruang rawat intensif, berikan
pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang sudah berhenti,
tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan
rumat atau cukup pengobatan intermiten.
B. Pengobatan Rumat
Pengobatan rumat
adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu yang cukup
lama.
- Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya
kejang demam hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan
lain tidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.
- Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 -
3 dosis sedangkan fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.
- Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun,
kecuali pada kasus yang sangat selektif.
- Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada
usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan
valproate periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.
-
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut :
1.
Kejang lama > 15 menit
2.
Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum
atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, todd’s paresis, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrosefalus
3.
Kejang fokal
4.
Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang
mengalami epilepsi.
- Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat
dipertimbangkan dalam keadaan :
1.
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2.
Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari
12 bulan.
C. Pengobatan Intermiten
Yang dimaksud
dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak
mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian
antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik
Tidak ditemukan
bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam.
Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa
antipiretik tetap bermanfaat.
Antipiretik yang
dapat digunakan adalah :
-
Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali
diberikan 4 kali.
-
Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.
Antikonvulsan
pada saat kejang
-
Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang.
-
Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg
BB/kali diberikan sebanyak 4 kali per hari.
2.11 Prognosis
Prognosis anak dengan kejang demam
adalah bagus. Pencapaian intelektual normal. Kebanyakan anak akan mengalami
kejang demam di kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa
demam adalah jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang mengalami
kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu tahun4,7,8.
Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami stidaknya satu kali
kekambuhan. Menurut United States National Collaborative Perinatal Project yang
meneliti 1.706 anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami satu
atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi adalah
- riwayat kejang tanpa demam
- adanya abnormalitas neurologis
- kejang demam kopleks.
Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi
epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10%
berkembang menjadi epilepsi3,4,8.
DAFTAR
PUSTAKA
- Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. 2003. USA. Lange Medical Books/McGrow-Hill. p 717-45.
- Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-2011.
- Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical Pediatrics. Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William & Wilkins. p 1414-24.
- Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4th. 2002. Pennsylvania. WB Saunders Company. p 793-800.
- Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.
- Kari I.K. Kejang Demam. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar. Editor: Sudaryat, Soetjiningsih. Cetakan II. 2000. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah. Hal 198-204.
- Anonim. Febril Convulsions. www.patient.co.uk/showdoc/40000513/. .
- Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures. www.emedicine.com/emerg/topic376.htm.
- Fitrisyah, A. Kejang Demam Anak. https://perawatkitasatu.blogspot.com/
- Seamens C.M., Slovis C.M. Seizurez: Classification and Diagnosis. www.allergy-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/43_seizures.htm. .
- Dannenberg B.W. Seizures Disorders. www.thrombosis-consult.com/secure/textbookarticles/textbook/11_seizures.htm.
- Anonim. Management & Tratment of Febrile Seizures. http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm.
- Anonym. https://asuhankeperawatanoke.blogspot.com
- Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Last updated: February 14, 2005.
- Camfield C.S., Camfield P.R. Febrile Seizures. www.ilae-epilepsy.org/ctf/febrile_convulsions.html.
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
: Putu Anggi
Umur
: 1 tahun 6 bulan
Jenis
kelamin : Laki-laki
Alamat
: Perum Padmayani Blok C Denpasar
MRS : 27 Juni 2005 (jam )
II. Heteroanamnesis
Keluhan utama
: kejang
Pasien merupakan
kiriman dari Sp.A dengan diagnosis Kejang Demam Kompleks.
Pasien
dikeluhkan kejang sebanyak 3 kali yaitu :
Kejang 1 : kejang terjadi pada pukul 15.00 ( …jam SMRS)
berlangsung kurang lebih 5 menit, kaki dan tangan mengalami kejang tonik
klonik, Mata mendelik ke atas, simetris, mulut tdak mengeluarkan buih, berhenti
spontan panas (+), setelah kejang pasien sadar baik, kebiruan pada sirkum oral
(-)
Kejang 2 : kejang
terjadi pada pukul 15.15, selama ± 1 menit, gejala sama seperti kejang pertama.
Kejang 3 :
kejang terjadi pada pukul 18.00, selama kurang lebih 1 menit, gejala sama
seperti kejang pertama.
Sebelumnya pasien dikeluhkan panas
tinggi mendadak yaitu pada pukul 08.00. Panas tidak turun dengan penurun panas.
Menggigil (-), berkeringat (-).
Pasien
juga dikeluhkan mencret sejak pukul 15.00, frekuensi kurang lebih 6 kali,
dengan volume ±
¼ gelas/kali, darah (-), lendir (-) ampas (-). Bau asam (-)
Muntah
(-), batuk dan pilek (-). Makan/minum menurun setelah sakit. BAK (+) normal,
BAK terakhir kurang lebih ½ jam SMRS.
Riwayat
pengobatan : pada pukul 17.20 ke Sp.A, diberi Diazepam (Stesolid) dan
paracetamol (Dumin),kemudian dirujuk ke RS. Sanglah
Riwayat
penyakit sebelumnya : pasien memiliki riwayat kejang dengan panas pada umur
kurang lebih 5 bulan, kejang berlangsung kurang lebih 3 menit, tangan dan kaki
menghentak, setelah kejang pasien sadar baik.
Riwayat penyakit dalam
keluarga : ayah pasien pernah menderita kejang dengan panas sewaktu kecil
Riwayat persalinan :
lahir spontan ditolong bidan, BBL 3800 gram, langsung menangis, kelainan (-).
Riwayat
imunisasi : lengkap sesuai umur.
Riwayat
nutrisi : ASI : 0
– 3 bulan
PASI : 3 bulan – sekarang
Nasi tim : 4
bulan – 9 bulan
Makanan
dewasa :
10 bulan - sekarang
III. Pemeriksaan Fisik
Status
Present
Keadaan
Umum : tampak lemah
Kesadaran
: E1V1M3
(dalam pengaruh diazepam)
Nadi
: 140 x/menit,
regular, isi cukup
Respirasi
: 40 x/menit,
regular.
T
ax : 40,3ºC
BB
: 12 Kg
TB
: 85 Cm Z
score : 0,1 SD (normal)
Status
Generalis
Kepala
: N-Cephali, UUB datar
Mata : anemis(-), ikterus(-) Reflek
pupil +/+ isokor cowong (-)
strabismus (-),
nistagmus (-) deviation conjugee (-) air mata (+).
THT
: NCH (-), sianosis (-),
tonsil T1/T1 hiperemis (+),
Pharing hiperemis (+)
Leher
: Pembesaran kelenjar (-),
kaku kuduk (-)
Thorak
: retraksi (-)
Cor :
S1S2 N, regular, murmur(-)
Po : Bronkovesikuler +/+, Rhonki
-/-, Wheesing -/-
Abdomen
: Distensi (-), BU (+) N, H/L tidak
teraba, turgor N
Extremitas
: Akral hangat (+), sianosis (-),
Oedem (-)
|
Refleks Fisiologis
|
Reflek patologis
Kernig sign (-), Brudzinsky I/II : -/-
Tenaga Tonus
IV. Pemeriksaan Penunjang
Lab
DL (27 Juni 2005)
WBC : 6,7 BS : 113
HGB : 12 Na : 136,6
HCT : 35,7 K : 3,68
PLT : 297 Cl : 108,6
LCS
(28 Juni 2005)
-
Warna :
bening
-
Kejernihan : jernih
-
Protein None Apelt :
(-)
-
Protein Pandy :
(-)
-
Jml sel Lekosit :
1
-
Poli :
0
-
Mono :
1
-
Jml sel Eritrosit :
(0-1)/LPB
-
Keadaan :
utuh
-
Total protein : 9
-
Glukosa :
68
-
VDRL : (-)
FL (28 Juni 2005)
MAKROSKOPIS
- Warna : kuning
- Bau : -
- Konsistensi : lembek
- Lendir : -
- Darah : -
MIKROSKOPIS
- Leukosit : 3-4
- Eritrosit : 1-2
- Amoeba : veg &kista (-)
- Telor cacing : neg
- Lain-lain : gist cell (+)
Fat(+)
AGD (28 Juni
2005)
pH : 7,493
pCO2 : 21,0
pO2 : 163,9
Na
+ : 128
K+ : 3,5
Ca
++ : 0,63
Hct : 43%
V. Asessment
Kejang
Demam Kompleks e.c. Tonsilofaringitis akut + diare akut tanpa dehidrasi
VI. Therapi
-
MRS
-
IVFD Dextrose 10 % 1100 cc/hari ~ 12
tts/mnt
-
Dumin rectal 125 mg/Paracetamol sirup 4 x Cth I (K/P)
-
Kalpicillin injeksi 3 x 400 mg
- Luminal
oral 2 x 30 mg
-
Parasetamol 4 x ¾ cth
-
Diazepam 6 mg diencerkan diberi
pelan-pelan bila kejang
Pdx/ LP
Mx/ VS, Kejang
VII. Prognosis
Dubius et bonam.
Follow up
Tanggal
|
S |
O
|
A |
P |
27/6/2005
|
Kejang (+)
Panas (+)
Mencret (+)
|
Status present
KU : tampak lemah
Kes : E1V1M3
Nadi : 140x/menit
RR : 40x/menit
T ax : 40,30C
Status general
Kepala : N- cephali
Mata : An (-), ict (-), Rp +/+ isokor, strab (-), nist (-),
dev.conjugee (-), cowong (-)
THT : NCH (-), cyan (-)
Tonsil T1/
T1 hip (+)
Pharing hip (+)
Leher : KK (-), PK (-)
Thoraks:
Cor : S1S2 N, reg, m (-)
Po : Ves
+/+, wh -/-, rh -/-
Abd: distensi (-), BU (+)N, turgor normal
Ekst : hangat (+), cyan (-)
|
-
KDK e.c TPA
-
Diare akut tanpa dehidrasi
-
DD/
Susp.Ensefalitis
Ensefalopati
+ alkalosis respiratorik
|
Th/
-IVFD D5%
12 tts/mt
-Dumin rectal 125 mg/ Paracetamol syr 4 × cth I +
kompres hangat
- Luminal 2 × 30 mg
- Amoxicillin (Kalpicilin) inj. IV 3 x 400 mg
-Diazepam IV
6 mg (K/P)
(diencerkan)
Mx/-vital sign
- kejang
|
28/6/2005
|
Kejang (-)
Panas (+)
Mencret (-)
|
Status present
KU : sedang
Kes : E3V3M4
Nadi : 130x/menit
RR : 40x/menit
T ax : 37,50C
Status general
THT : Tonsil T1/ T1 hip (+)
Pharing hip (+)
|
Idem
|
Th/
-IVFD RL
12 tts/mt
-Dumin rectal 125 mg/ Paracetamol syr 4 × cth I
- Luminal 2 × 30 mg
- Diazepam IV
6 mg (K/P)
(diencerkan)
Mx/-vital sign
- kejang
|
29/6/2005
|
Kejang (-)
Panas (+)
BAB 4x, kental, lendir (+)
|
Status present
KU : sedang
Kes : E4V5M5
Nadi : 130x/menit
RR : 44x/menit
T ax : 39,10C
Status general
THT : Tonsil T1/ T1 hip (+)
Pharing hip (+)
|
idem
|
idem
|
30/6/2005
|
Kejang (-)
Panas (+)
BAB 4x, kental, lendir (+)
|
Status present
KU : sedang
Kes : E4V5M5
Nadi : 120x/menit
RR : 40x/menit
T ax : 36,80C
Status general
Idem
|
idem
|
idem
|
01/7/2005
|
Kejang (-)
Panas (+)
Mencret 5x, encer, ampas (+),
darah (-), lendir (-)
|
Status present
KU : sedang
Kes : iritabel
Nadi : 110x/menit
RR : 40x/menit
T ax : 37,20C
Status general
Mata : cowong (-)
THT : Tonsil T1/ T1
hip (+)
Pharing hip (+)
Abd :
turgor normal
|
idem
|
- IVFD Asering 12 tts/menit
-
Pedialit 50-100 cc/tiap BAB
-
Kalpicillin 3 x 400 mg
-
Luminal 2 x 30 mg
-
Neokalina 3 x Cth I
-
Lacto-B 3 x I sachet
|
02/7/2005
|
Mencret 3x
Kejang (-)
|
Status Present
KU : sedang
Kes : iritabel
Nadi : 120x/menit
RR : 30x/menit
T ax : 37,30C
Status general
idem
|
idem
|
- IVFD Asering 12 tts/menit
-
Pedialit 50-100 cc/tiap BAB
- Neokalina 3 x Cth I
- Lacto-B 3 x I sachet
|
03/7/2005
|
Mencret 3x
Kejang (-)
|
Status Present
KU : sedang
Kes : composmentis
Nadi : 110x/menit
RR : 30x/menit
T ax : 36,80C
Status general
idem
|
idem
|
- IVFD Asering 12 tts/menit
-
Pedialit 50-100 cc/tiap BAB
-
Kalpicillin 3 x 400 mg
-
Luminal 2 x 30 mg
-
Neokalina 3 x Cth I
-
Lacto-B 3 x I sachet
|
Mencret (-)
Kejang (-)
Panas (-)
|
Status Present
KU : sedang
Kes : composmentis
Nadi : 110x/menit
RR : 30x/menit
T ax : 360C
Status general
idem
|
idem
|
-
Neokalina 3 x Cth I
|
|
05/7/2005
|
Mencret (-)
|
Status Present
KU : sedang
Kes : composmentis
Nadi : 120x/menit
RR : 30x/menit
T ax : 360C
Status general
THT : Tonsil hip (-)
Pharing hip (-)
|
0 komentar
Posting Komentar