Sabtu, 11 Agustus 2018

ASKEP KEJANG DEMAM PADA ANAK MENURUT NANDA NIC NOC PDF

Asuhan Keperawatan Kejang Demam pada Anak serta Intervensi Keperawaatannya



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa menakutkan pada kebanyakan orang tua karena kejadianya yang mendadak dan kebanyakan orang tua tidak tau harus berbuat apa. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal > 38) yang disebabkan oleh suatu proses diluar otak. Tidak jarang orang tua khawatir jika anaknya panas , apakah nanti akan kejang atau tidak .
       Dari penelitian , kejang demam sendiri telah terlalu besar yaitu sekitar  2-4% artinya dari 100 anak dengan demam ada sekitar 2-4% yang mengalami kejang. Kejang demam terjADI pada usia 6 bln- 5 thn dan terbanyak terjadi pada usia 17-23bln saat menghadapiu sikecil yang sedang kejang sedapat mungkin cobalah bersikap tenang.

B.     Tujuan
Untuk mengetahui  bagaimana bagaimana proses terjadinya kejang demam secara sistematis, serta mengetahui apa yang yang menjadi konsep penyakit yang terjadi pada klien yang mengalami kejang demam, serta dapat mengaplikasakanya dalam bentuk asuhan keperawatan yang di alami kliendengan gejala kejang demam.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.     Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38°C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakanial maupun ekstrakanial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan. Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1.      Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri – ciri kejang ini adalah :
a.       Kejang berlangsung singkat
b.      Umurnya serangan berhenti sendiri dalam waktu >10 menit
c.       Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2.      Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Ciri kejang ini :
a.       Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
b.      Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c.       Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
B.     Etiologi
Kejang dibedakan menjadi intrakanial dan ekstrakranial.
Intrakanial meliputi:
a.       Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
b.      Infeksi : bakteri, virus, parasite misalnya meningitis
c.       Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
Ekstrakranial
a.       Gangguan metabolic : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
b.      Toksik : intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat
c.       Kongenital : gangguan metabolism asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu :
a.       Riwayat kejang dalam keluarga
b.      Usia kurang dari 18 tahun
c.       Tingginya suhu badan sebelumnya kejang  makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang
d.      Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
C.     Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10c akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan o2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan o2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. 

ASKEP KEJANG DEMAM PADA ANAK DAN INTERVENSI KEPERAWATAN, askep kejang demam

D.     Klasifikasi
       Kejang demam dapat di klasifikasikan dalam tiga bentuk :
1.      Kejang tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dengan bayi prenatal berat berlangsung 10 s/d 15 menit, bisa juga lebih.
2.      Kejang klonik
Kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,biasanya berlangsung selama 1-2 menit
3.      Takikardia : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit
4.      Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjasi sebagai akibat menurunnya curah jantung
5.      Gejala bendungan system vena : Hepatomegali dan peningaktan tekanan vena jugularis.


E.     Manifestasi Klinis
1.      sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama  sakit
2.      Sering  sewaktu  suhu  tubuh  meningkat  cepat,  tetapi  pada  sebagian  anak,  tanda  pertama penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi saat demam menurun

(Abraham M. Rudolph, 2006)
1.      kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit
2.   Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik
3.      Mata terbalik ke atas disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.

(Behman (2000: 843)
F.      Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya & tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih lama (>15 menit) yaitu:
1.      Kerusakan otak
2.      Retardasi mental
3.      Biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosislaktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat.


G.    Pemeriksaan Penunjang
1.   Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
2.   Indikasi lumbal pungsi pada keajng demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi:
       a.       Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas
      b.      Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis
3.      Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
4.    Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan.atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologist karena hamper semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI direkomendasiakan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak.



H.    Discharge Planning
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
a.      Pencegahan berulang
1.      Mengobati infeksi yang mendasari kejang
2.      Pengetahuan kesehatan tentang
a)      Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
b)      Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)
c)      Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
d)     Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
b.      Mencegah cedera saat kejang berlangsung
a)      Baringkan pasien pada tempat yang rata
b)      Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c)      Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d)     Lepaskan pakaian yang ketat
e)      Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

I.       Penatalaksanaan
a.      Medis
            a.)    Pengobatan saat terjadi kejang
1.      Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Dosis pemberian :
-          5mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3tahun
-          Atau 5mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 KG
-          0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2.      Diazepam intravena diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB. Pemberian secara perlahan – lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikkan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
3.      Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan – lahan. Kejang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50mg IM dan pasang ventilator bila perlu.
b)      Setelah kejang berhenti
Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1.      Antipiretik, parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa hyperhidrosis. Dan Ibuprofen 10mg.kgBB/kali diberikan 3 kali
2.      Antikonvulsan, berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurun resiko berulangnya kejang.
c)       Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproate dengan dosis asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah :
1.      Kejang lama >15 menit
2.      Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparese, cerebral palsy, hidrocefalus
3.      Kejang fokal
4.      Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsy
Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk
a)      Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
b)      Kejang demam terjasi pada bayi <12 bulan

b.      Keperawatan
Perawat memberikan Asuhan Keperawatan dengan Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dimiringkan, pakaian di longgarkan dan pengisapan lendir, Pemberian kompres untuk membantu menurunkan suhu tubuh. Kompres diletakan pada jaringan penghantar panas, dan Tirah baring.



BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KGD
KEJANG DEMAM PADA ANAK

A.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.   Pengumpulan Data
b.      Biodata
-          Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa, diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no. medical record, dan alamat.
-           Identitas penanggung jawab
  Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
c.       Riwayat kesehatan
a)      Riwayat kesehatan sekarang
RSMRS, Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit  memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
b)      Keluhan utama : kejang demam
c)      Riwayat keluhan utama
P    : kejang
Q   : hilang timbul
R    : seluruh tubuh
S         : -
T         : tiap 15 menit
d)      Riwayat kesehatan dahulu
-          Kaji apakah klien pernah menderita riwayat  penyakit  yang sama sebelumnya.

a.      Pengkajian Primer
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
1.      Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh  Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam  Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan. Tindakan yang dilakukan :

a)      Semua pakaian ketat dibuka
b)      Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c)      Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
d)      Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
a)      Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
b)      Jalan nafas bersih dari sumbatan
c)      RR dalam batas normal
d)      Suara nafas vesikuler
2.       Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya  lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. Tindakan yang dilakukan :

a)      Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
a)      Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
-          RR dalam batas normal
-          Tidak terjadi asfiksia
-          Tidak terjadi hipoxia
1.   Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi. Tindakan yang dilakukan :

a)      Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
-          Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1.      Semua pakaian ketat dibuka
2.      Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.      Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin  kebutuhan oksigen
4.      Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
1.      Tidak terjadi gangguan peredaran darah
2.      Tidak terjadi hipoxia
3.      Tidak terjadi kejang
4.      RR dalam batas normal

b.      pengkajian sekunder       
1.      Riwayat penyakit sebelumnya.
Apakah klien pernah menderita :
a.       Penyakit stroke
b.      Infeksi otak
c.       DM
d.      Diare dan muntah yang berlebihan
e.       Tumor otak
f.       Intoksiaksi insektisida
g.       Trauma kepala
h.      Epilepsi dll.
2.      Pemeriksaan fisik
a.      Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a)      kesulitan dalam beraktivitas
b)      kelemahan
c)      kehilangan sensasi atau paralysis.
d)      mudah lelah
e)      kesulitan istirahat
f)       nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
a)      Perubahan tingkat kesadaran
b)      Perubahan tonus otot  ( flasid atau spastic),  paraliysis ( hemiplegia ), kelemahan umum.
c)      gangguan penglihatan
b.      Sirkulasi
Data Subyektif:
a)      Riwayat penyakit stroke
b)      Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial.
c)      Polisitemia.
Data obyektif:
a)      Hipertensi arterial
b)      Disritmia
c)      Perubahan EKG
d)      Pulsasi : kemungkinan bervariasi
e)      Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c.       Eliminasi
Data Subyektif:
a)      Inkontinensia urin / alvi
b)      Anuria
Data obyektif
a)      Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
b)      Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d.      Makan/ minum
Data Subyektif:
a)      Nafsu makan hilang
b)      Nausea
c)      Vomitus menandakan adanya PTIK
d)      Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
e)      Disfagia
f)       Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
 e.       Sensori neural
Data Subyektif:
a)      Syncope
b)      Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub arachnoid.
c)      Kelemahan
d)      Kesemutan/kebas
e)      Penglihatan berkurang
f)       Sentuhan  : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
g)      Gangguan rasa pengecapan
h)      Gangguan penciuman
Data obyektif:
a)      Status mental
b)      Penurunan kesadaran
c)      Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
d)      Gangguan fungsi kognitif
e)      Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
f)       Wajah: paralisis / parese
g)      Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )
h)      Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
i)        Kehilangan kemampuan mendengar
j)        Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
k)      Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil
f.        Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
a)      Tingkah laku yang tidak stabil
b)      Gelisah
c)      Ketegangan otot
g.      Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h.      Keamanan
Data obyektif:
a)      Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b)      Perubahan persepsi terhadap tubuh
c)      Kesulitan untuk melihat objek
d)      Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
e)      Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
f)       Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh\
g)      Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
h)      Berkurang kesadaran diri
i.        Interaksi sosial
Data obyektif:
a)      Problem berbicara
b)      Ketidakmampuan berkomunikasi
c.   Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian  kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow :
a.       Respon motorik
b.      Respon bicara
c.       Pembukaan mata
1)       Pengelompokan Data
a.       Data Subyektif
a)      Keluarga Klien mengatakan klien tidak mampu melakukan aktifitas
b)      Keluarga Klien mengatakan klien merasa mual dan muntah
c)      Keluarga Klien mengatakan klien Pusing, mata berkunang-kunang
d)      Keluarga Klien mengatakan klien  susah bernafas
e)      Kekuarga Klien mengatakan klien takut dengan keadaanya
b.      Data obyektif
a)      Klien tampak kesulitan bernafas
b)      Tampak peningkatan sekresi mucus
c)      Klien nampak lemah
d)      Klien nampak mual dan muntah
e)      Klien nampak gelisah
f)       Klien nampak pusing
A.     Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a)      Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
b)      Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
c)      Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
d)      ansietas b/d kondisi kesehatan klien


B.     INTERVENSI
Diagnosa 1, Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular. Tujuan : Inefektifnya bersihan jalan tdk terjadi
Kriteria hasil : Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi :
1.       Atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
Rasionalnya : Untuk memberikan rasa nyaman pada klien
2.      Lakukan penghisapan lendir,
Rasional : untuk membersihkan dan mengurangi secret
3.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Rasional : kolaborasi terapi untuk memberikan pengobatan yang tepat pada klien
Diagnosa 2, Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh. Tujuan : Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil : Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
1)      Kaji faktor pencetus kejang.
Rasional : Untuk memberikan tindakan yang tepat
2)      Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Rasional : keluarga sangat penting dalam mendukung proses penyembuhan klien
3)      Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma.
Rasional : Pemantauan TTV perlu untuk mengetahui perkembangan kondisi klien, trauma dapat memberikan dapak psikologis bagi klien
4)      Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Rasional: Untung menurunkan suhu tubuh klien
Diagnosa 3, Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan. Tujuan :          Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil : Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi :
1)      Kaji tingkat mobilisasi klien.
Rasional : Mengetahui sejauh mana batas kemampuan klien dalam beraktivitas
2)       Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan otot untuk beraktivitas
3)      Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan klien perlu untuk mendukung proses perkembangan klien
4)      Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien.
Rasional : Sebagai penilaian atas kemampuan klien dalam tindakan mandiri
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Rasional ; Peran keluarga penting dalam mendukung pemulihan klien
Diagnosa 4, Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi. Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil : Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi :
1)      Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
Rasional : Dapat mengetahui kemampuan klien dalam memahami penyait klien
2)      Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana keluarga klien mengetahui tentang penyakit yang di derita klien.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
a.        Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38°C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakanial maupun ekstrakanial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan.
b.      Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)
Penyebab dari kejang demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu : Obat – obatan racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan Ketidak seimbangan kimiawi,hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis. Demam            paling sering terjadi pada anak balita, Patologis otak akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan TIK, Eklampsiahipertensi prenatal, toksemia gravidarum Idiopatik penyebab tidak diketahui.

B.     Saran

 Diharapkan semoga dengan “Makalah tentang Kejang Demam Pada Anak” ini yang merupakan bagian dari Keperawatan Dawat darurat dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga perawat mengetahui atau mengerti tentang makalah ini. tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien tersebut.
Serta kami menyadari bahwa Askep yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang sifatnta membangun sangat kami butuhkan, baik itu dari teman-teman ataupun para pembaca.




DAFTAR PUSTAKA



Huda N. Amin.dkk . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda-NIC NOC.Jilid 1. Yogyakarta : Med Action Publishing ; 2013.
Asuhan Keperawatan Kejang Demam  http://asprasasti.blogspot.com/2011/05/kejang-demam-pada-anak.html , 15 Februari 2015.
Asuhan Keperawatan Kejang Demam. Http://panduankeperawatan.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-kejang-demam/ , 15 Februari 2015.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol.3.Jakarta : EGC ; 2002.


0 komentar

Posting Komentar