Senin, 13 Agustus 2018

Laporan Pendahuluan Bayi Prematur NANDA NIC NOC

 Laporan Pendahuluan Bayi Prematur NANDA NIC NOC

 Laporan Pendahuluan Bayi Prematur NANDA NIC NOC, lp prematur, askep mrenatur, prematur

PREMATUR

1.    KONSEP DASAR BAYI PREMATUR

1.1    Pengertian

  • Prematuritas (SMK) murni adalah neonatus dengan usia kehamilan yang kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.

1.2    Etiologi Bayi Prematur

Etiologi pada Prematuritas murni
  • Faktor lingkungan
  • Faktor ibu yang meliputi penyakit yang diderita ibu toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, DM, usia ibu saat hamil kurang dari 16 tahun atau lebih 35 tahun, keadaan sosial ekonomi keluarga perokok, peminum alkohol atau narkotik.
  • Faktor janin : meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom

1.3    Tanda-tanda Bayi Prematur

Tanda – tanda Prematuritas murni (SMK) sesuai masa kehamilan :
  • Berat badan kurang dari 2500 gram.
  • Panjang badan kurang dari 45 cm.
  • Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
  • Lingkar dada kurang dari 33 cm.
  • Masa gestasi kurang dari 27 minggu.
  • Kulit tipis dan transparan.
  • Kepala lebih besar daripada badan.
  • Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemah subkutan kurang.
  • Verniks kaseosa ada, ada jaringan lemak dibawah kulit, kulit tipis, merah dan transparan
  • tulang tengkorak lunak mudah bergerak
  • Abdomen buncit, tali pusat segar dan tebal
  • Tangisan lemah
  • Ubun-ubun dan sutura lebar.
  • Labio minora belum tertutup oleh labio mayora (pada perempuan) pada laki-laki testis belum turun.
  • Otot hipotonik lemah.
  • Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas).
  • Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut atau kaki fleksi lurus.
  • Kepala tidak mampu tegak.
  • Pernapasan 45 sampai dengan 50 x / menit.
  • Frekuensi nadi 100 sampi 140 x / menit

1.4    Penatalaksanaan Bayi Prematur

Penatalaksanaan pada Prematuritas murni
1)    Pengaturan suhu badan
  • Bayi prematuritas mudah dan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotemia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, juga karena permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak cokelat oleh karena itu bayi prematur harus dirawat di dalam incubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim, bila belum memiliki incubator bayi premature dapat dibungkus dan di sampingnya ditaruh bantal yang berisi air panas, sehingga panas badannya bisa dipertahankan.
  • Menurut mochtar, 1989: 492 bayi dimasukkan di incubator dengan suhu diatur
  • Bayi berat badan < 2 kg : 35 0C
  • Bayi berat badan 2 kg sampai dengan 2,5 kg : 34 0C
  • Suhu incubator diturunkan 1 C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu lungkungan     
2)    Makanan bayi
  • Daya hisap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB dan kalori 110 kal/ kg BB badan, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung, fefleks menghisap lemah sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
  • ASI merupakan makanan yang utama sehingga ASI lah yang paling didahulukan, permulaan cairan yang diberikan sekitar 50/ 60 cc/ kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai 200 cc / kg BB / hari.
3)    Menghindari infeksi
  • Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibody belum sempurna. Oleh karena itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan premature dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.

1.5    Komplikasi

Masalah yang sering muncul pada BBLR adalah :
  1. Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yag bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak dibawah kulit, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya.
  2. Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini disebabkan kekurangan surfactant (rasio lesitin/ sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah, tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorak)
  3. Penyakit gangguan pernafasan yang sering pada bayi BBLR adalah penyakit membran hialin dan aspirasi pneumoni.
  4. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi, distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa,vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari sfingter kardio esofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
  5. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defisiensi vitamin K.
  6. Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine yang sedikit, urea clearence yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis metabolik.
  7. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile), kekurangan faktor pembekuan seperti protrombine, faktor VII dan faktor christmas.
  8. Gangguan imunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahya kadar Ig G gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi masih belum baik.
  9. Perdarahan intraventrikuler, lebih dari 50% bayi prematur menderita perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi BBLR sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernafasan.
  10. Retrolental Fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mmHg : 15 kPa) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemi sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi buta. Untuk menghindari retrolental fibroplasia maka oksigen yang diberikan pada bayi prematur tidak boleh lebih dati 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan oksigen dengan kecepatan 2 liter permenit.
 Jika masalah yang ada tersebut penanganan kurang tepat dapat terjadi komplikasi :
  1. Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks disebabkan oleh distress yang sering dialami bayi pada proses pesalinan.
  2. Jumlah hemoglobin yang tinggi sehingga sering diikuti uterus dan keras uterus.
  3. Hipoglikemia janin karena berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi.
  4. Keadaan klien yang dapat terjadi : aspiksia, perdarahan, panas badan tinggi, cacat bawaan.

1.6    Pemeriksaan diagnostk

Tergantung pada adanya masalah dan komplikasi sekunder
  1. Darah lengkap untuk deteksi adanya penurunan atau peningkatan kadar hemoglobin.
  2. Kadar darah (BS) untuk menyatakan hipoglikemi atau hiperglikemia.
  3. Kalsium serum mungkin rendah.
  4. Serum elektrolit biasanya normal.
  5. Golongan darah dapat menyatakan potensial inkompatibilitas ABO.
  6. Gas darah uteri PO2 mungkn rendah, PCO2 mungkin meningkat  dan menunjukkan asidosis ringan / sedang, sepsis atau kesulitan napas yang lama.
  7. Laju sedimentasi eritrosit (ESR) meningkat, menunjukkan respons inflamasi akut, penurunan ESR menunjukkan resdusi inflamasi.
  8. Protein C reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnya proses radang infeksinus atau non infeksinus.
  9. Jumlah trombosit : trombositopenia dapat menyertai sepsis.
  10. Kadar fibrinogen : dapat menurun selama koagulasi intravascular diseminata (KID) atau menjadi meningkat selama cidera atau inflamasi.
  11. Kultur darah : mengidentifikasi organisme penyebab yang dihubungkan dengan sepsis.
  12. Sinar x dada (Pa dan leteral) dengan bronkogram udara dapat menunjukkan penampilan ground glass (RDS).
  13. Sel ultrasonografi cranial : mendeteksi ada dan beratnya hemoragi intraventrikuler (IVH).

2.    PENGKAJIAN

a.    Biodata
  • Umur kurang dari 16 tahun atau diatas 35 tahun.
  • Pekerjaan dan penghasilan sering kali dapat menggambarkan status sosial ekonomi terutama dalam kecukupan gizi saat hamil yang kurang.

b.    Riwayat Penyakit Sekarang
  • Pada kelahiran premature dirasakan bayi lahir berat badan kurang dari 2500 gram sesuai umur kehamilan. Sedangkan pada dismatur berat bayi lahir kurang dari 2500 gram tetapi tidak sesuai umur kehamilan. Pada ANC adanya riwayat perdarahan antepartum, pre eklampsia dan eklampsia, jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat, adanya gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat, kelainan bentuk plasenta, kahamilan ganda, hamil dengan hidramnion.

c.    Riwayat Penyakit Sebelumnya (Manuaba, 1998, 326)
  • Adanya penyakit menahun pada ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, penyakit paru dan penyakit gula, infeksi dalam rahim.

d.    Riwayat Obstetric
  • Riwayat menstruasi : ingat hari pertama menstruasi terakhir, denyut jantung terdengar pada minggu ke 18 sampai 22.

e.    Pola Aktivitas Sehari-hari
  • Kaji apakah ibu merokok atau minum alkohol, sebab rokok dan alkohol merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran dengan berat badan rendah. 

f.    Pemeriksaan Fisik (Doengoes, 2001, 634 dan Perinasia, 2006, 8-9)
      Sirkulasi
  1. Nadi apical mungkin cepat atau tidak teratur dalam batas normal 120 sampai 160 x / menit.
  2. Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan daktus arteriasus paten (PDA).
  3. Tekanan darah terlalu rendah atau tinggi.
  4. Frekuensi denyut jantung rendah sering terjadi apnoe.

g. Pernapasan
  1. Apgar skor mungkin rendah
  2. Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur, pernapasan diafrgamatik, intermiten atau periodik 40-60 x / menit.
  3. Mengorok, pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, atau berbagai derajat siarosis.
  4. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distress pernapasan, (RDS) penyakit membran Hialin penyebab surfaktan dalam paru-paru tidak cukup.

h. Neurologis
  1. Tangis lemah, suhu berfluktuasi dengan mudah, kulit kemerahan, tembus pandang, tonus atat lunak.
  2. Bisa terjadi ROP (Retinopathy Of Prematurity) untuk mneghindari dapat diberikan oksigen tidak lebih dari 40 % / 2 lt / menit.

i. Pencernaan
  • Destensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak laktosa, kerja dari sfingter kardio esofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi. 

j. Imonologi
  • Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkuran karena rendahnya kadar Ig gamma globulin, bayi premature relatif belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik.

2) Diagnosa keperawatan yang muncul
  1. Pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, ketidakadekuatan kadar surfaktan, stress dingin.
  2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat perapasan, keterbatasan perkembangan otot, ketidakseimbangan metabolik.
  3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan simpanan lemak cokelat.
  4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan, berlebihan kulit tipis, kurang lapisan lemak, peningkatan suhu lingkungan.
  5. Resti cidera (kerusakan system saraf pusat) berhubungan dengan hipoksia jaringan, ketidak seimbangan metabolik (hipoglikemia, perpindahan elktrolit, peningkatan bilirubin).
  6. Resti infeksi berhubungan dengan respon imun, imatur kulit rapuh, prosedur invasive.
  7. Resti integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis, tidak ada lemak subkutan.  


3)    Intervensi dan Rasional Bayi Prematur NANDA NIC NOC

DP 1.  Pertukaran Gas
Tujuan
:
Fungsi penapasan optimal

Kriteria hasil :

-    Mempertahankan kadar O2 / PCO2 dalam batas normal
-    Menderita RDS minimal
-    Bebas dari displasia bronkopulmonal.

Intervensi
1.    Kaji ulang informasi yang berhubungan dengan kondsi bayi, seperti lama persalinan, tipe kelahiran, apgar skor, kebutuhan tindakan resusitasi saat kelahiran, dan obat-obatan ibu yang digunakan selama kehamilan atau kelahiran termasuk betametason.
Rasional :
  • Persalinan yang lama meningkatkan resiko hipoksa dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau penggunaan obat oleh ibu. Selain itu bayi yang memerlukan tindakan resusitatif pada kelahiran atau apgar skornya rendah, memerlukan intervensi lebih untuk menstabilkan gas darah dan mungkin menderita cidera SSP dengan kerusakan hipotalamus yang mengontrol fungsi pernapasan. Pemberian kortikosteroid pada ibu dalam 1 minggu sebelum lahir membantu mengembangkan maturitas paru bayi dan produksi surfaktan. 
2.    Kaji status pernapasan, perhatikan tanda-anda distress pernapasan, (misalnya takipnea, pernapasan cuping hidung, pernapasan dada, ronchi atau krekels).
Rasional :
  • Takipnea menandakan distress pernapasan, khususnya bila pernapasan lebih besar 60X / menit, setelah 5 jam pertama kehidupan terdapat pernafasan cuping hidung sebagai mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatkan masukan oksigen. Krekels atau ronchi menandakan vasokontriksi pulmonal yang berhubungan dengan PDA.
3.    Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati 5-10 detik, observasi pemantauan oksigen traskutan atau oksimeter sebelum dan selama penghisapan.
Rasional :
  • Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan napas, khususnya pada bayi yang menerima ventilasi terkontrol. Penghisapan dapat merangsang saraf vagus, menyebabkan bradikardi hipoksemia atau bronkospasme.
4.    Tingkatkan istirahat dan minimalkan rangsangan serta penggunaan energi.
Rasional :
  • Menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen.
5.    Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan matras tidak rata sesuai indikasi.
Rasional :
  • Memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernapasan dan pertumbuhan ventrikel.
6.    Pantau terhadap tanda-tanda nekrosis enterokoktis.
Rasional :
  • Hipoksi dapat menyebabkan pirau darah ke otak sehingga menurunkan sirkulasi ke usus dengan akibat lanjut kerusakan sel usus dan invasi oleh bakteri pembentuk gas. 
7.    Pantau pemeriksaan BGA secara berseri atau berkala.
Rasional :
  • Hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis menurunkan produksi surfaktan, kadar Pa O2 harus 50 sampai dengan 70 mmHg atau lebih, kadar Pa CO2 harus 35 sampai 45 mmHg dan saturasi oksigen 92 % sampai 94 %.
8.    Lakukan Thorak foto berseri
Rasional :
  • Untuk memantau atelektasis, bronkogram udara menunjukkan RDS.
9.    Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Rasional :
  • Hipoksia dan asidemia dapat berlanjut menurunkan produksi surfaktan, meningkatkan tahanan vaskuler pulmonal dan vaso kontriksi dan menyebabkan daktus arteriosus tetap terbuka.
10.    Lakukan drainase postural, fisioterapi dada atau vibrasi lobus setiap 2 jam, sesuai indikasi. Perhatikan toleransi bayi terhadap prosedur.
Rasional :
  • Memudahkan penghilangan sekresi, waktu disesuaikan dengan toleransi bayi.
11.    Berikan obat sesuai indikasi natrium bikarbonat dan surfaktan.
Rasional :
  • Penggunaan natrium bikarbonat dapat membantu menaikkan PH ke dalam rentang normal. Surfaktan untuk menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan efek barakhir sampai 72 jam.

DP 2.  Pola Pernapasan tidak Efektif
Kriteria Hasil :

-    Mempertahankan pola pernapasan (periodic apnoe 5 -10 detik)
-    Membran mukosa merah
-    Frekuensi jantung dalam batas normal (120-160 x / menit)

Intervensi
1.    Kaji frekuensi pernapasan dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit, berkenaan dengan prosedur atau perawatan.
Rasional :
  • Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari serangan apnoe sejati yang terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu ke 30.
2.    Hisap jalan napas sesuai kebutuhan.
Rasional :
  • Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas.
3.    Posisikan bayi terlentang dengan bantal tipis di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperektensi.
Rasional :
  • Posisi dapat memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnoe khususnya pada adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnia.
4.    Berikan rangsangan taktil bila apnea.
Rasional :
  • Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernapasan spontan.
5.    Lakukan pemeriksaan serum elektrolit, glukosa serum, kultur darah sesuai indikasi.
Rasional :
  • Hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia, hipoglikemia, hipokalsemia dan sepsis dapat memperberat serangan apnea.
6.    Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional :
  • Perbaikan kadar oksigen dan karbon dioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan.
7.    Berikan obat-obatan (antibiotic, calsium gulkonas, aminofilin).
Rasional :
  • Antibiotik mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea. Aminofilin dapat meningkatkan aktivitas pusat pernapasan dan menurunkan karbondioksida, menurunkan frekuensi apnea.

DP 3.  Termoregulasi
Kriteria evaluasi :
-    Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (35,5 sampai 37,3 0C)
-    Bebas dari tanda stress dingin

Intervensi
1.    Tempatkan bayi pada penghangat (inkubator).
Rasional :
  • Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stress dingin.
2.    Gunakan lampu pemanas selama prosedur penyebab hangat atau bayi dengan tutup plastik atau kertas aluminium bisa tepat, obyek panas berkontak dengan tubuh bayi seperti stetoskop, linen dan pakaian.
Rasional :
  • Menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang lebih dingin dari ruangan.
3.    Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan jendela inkubator yang tidak semestinya.
Rasional :
  • Menurunkan kehilangan panas karena konveksi atau konduksi membatasi kehilangan panas melalui radiasi.
4.    Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah.
Rasional :
  • Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi.
5.    Berikan penghangatan bertahap pada bayi dengan stress dingin.
Rasional :
  • Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea.
6.     Observasi suhu tubuh pada awal pengahangatan tiap 15 menit.
Rasional :
  • Hipotermi membuat bayi cenderung pada stress dingin, penghangatan terlalu cepat akan menyebabkan abnea. 
7.    Kaji kemajuan kemampuan bayi untuk beradaptasi terhadap suhu rendah di dalam incubator.
Rasional :
  • Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh stabil dalam ruangan dan tetap meningkatkan berat badan.

DP 4.  Resti Kekurangan Volume Cairan
Kriteria evaluasi :
-    Bebas dari tanda-tanda dehidrasi
-    Masukan cairan sama dengan haluaran
-    Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram / hari

Intervensi
1.    Timbang berat badan setap hari dalam waktu yang sama.
Rasional :
  • Berat badan adalah indikator paling sensitif dari keseimbangan cairan, penurunan berat badan tidak boleh melebihi 15 % dari berat badan total.
2.    Balance cairan tiap pergatian dinas.
Rasional :
  • Haluran harus 1-3 cc / kg / jam, sementara keutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 cc /kg / hari pada hari pertama dan meningkat 120-140 cc/ kg/ hari pada hari ketiga.
3.    Meminimalkan kehilangan cairan yang tidak kasatmata melalui penggunaan pakaian, suhu termonetral, mengahangatkan atau melembabkan oksigen.
Rasional :
  • Bayi praterm kehilangan cairan dalam jumlah besar melalui kulit, karena pembuluh darah dekat dengan permukaan dan kadar lapisan lemak berkurang atau tidak ada.
4.    Observasi tekanan darah dan tekanan arterial merata.
Rasional :
  • Kehilangan 25 % volume darah mangakibatkan syok.
5.    Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel anterior.
Rasional :
  • Cadangan cairan dibatasi pada bayi praterm, kehilangan cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi.
6.    Berikan infuse panenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 cc/ kg, khususnya pada PDA, desplasia bronkopulmenal (BPD) atau enterokolitis nekrotisan (NEC).
Rasional :
  • Penggantian cairan menambah volume darah, membantu mengembalikan vasokonstriksi berkenaan dengan hipoksia acidosis dan pirau ke kanan ke kiri melalui PDA dan membantu dalam penurunan komplikasi NEC dan BPD.
7.    Observasi letargi menangis dengan nada tinggi, distensi abdomen, peningkatan apnea, keadaan hipotonia atau aktivitas kejang.
Rasional :
  • Tanda ini menunjukkan hipokalsemia yang paling mungkin terjadi selama 10 hari pertama kehidupan.

DP. 5.  Resti Cidera (Kerusakan system syaraf pusat)
Kriteria hasil:
-    Bebas dari kejang dan tanda-tanda kerusakan SSP.
-    Mempertaakan homeostasis dibuktikan dengan GDA kadar elektrolit dan bilirubin.

Intervensi
1.    Observasi bayi terhadap perubahan fungsi SSP dimanifestasikan oleh perubahan perilaku, letargi, hipotonia, penonjolan pada fontanel, mata terbalik, kejang, menangis nada tinggi, pernapasan sulit dan sianosis.
Rasional :
  • Trauma kelahiran, kapiler rapuh, kerusakan proses kuagulasi membuat bayi berisiko terhadap IVH.
2.    Pantau kadar dextrosit, dan observasi adanya perilaku yang menandakan hipokalsemia.
Rasional :
  • Karena kebutuhannya terhadap glukosa otak dapat menderita kerusakan yang tidak dapat pulih, bila kadar glukosa serum lebih rendah dari 30-40 mg/ dl hipoklasemia (kurang dari 7 mg / dl) dapat mengakibatkan apnea dan kejang.
3.    Ukur lingkar kepala sesuai indikas.
Rasional :
  • Membantu mendeteksi kemungkinan peningkatan tekanan intra kranial atau hidrosepalus yang mungkin merupakan akibat dari hemoragi subdural. 
4.    Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi Hb / GDA.
Rasional :
  • Penurunan kadar Hb atau anemia menurunkan kapasitas pembawa oksigen, meningkatkan kerusakan SSP yang permanen berkenaan dengan hipoksemia, penurunan Hb yang tiba-tiba menjadi indikator pertama dari cidera otak.
5.    Berikan suplai oksigen.
Rasional :
  • Hipoksemia meningkatkan resiko kelemahan atau kerusakan SSP yang permanen.
6.    Berikan obat-obatan sesuai indkasi.
-    Kalsium, magnesium, natrium bikarbonat atau glukosa.
Rasional :
  • Perbaikan ketidakseimbangan membantu mencegah aktivitas kejang neonatus yang dapat terjadi pada respons terhadap keadaan metabolik keadaan sementara.
-    Fenobarbital
Rasional :
  • Membantu untuk mengontrol kejang akut serta status epileptikus pada bayi dan janin.
-    Vitamin E
Rasional :
  • Sifat antioksidan melindungi membrane SDH terhadap hemolisis.
-    Furosemid, aseta zolamid atau steroid.
Rasional :
  • Membantu menurunkan tekanan intracranial dan mengatasi efek sekunder dari perdarahan.
-    Indometasid
Rasional :
  • Pemberian intravena dapat memperbaiki ketidakseimbangan henodinamik melalui penutupan duktus arteriosus paten.

DP 6.  Resti Infeksi
Kriteria hasil:

-    Mempertahankan serum negatif
-    CSS, urin dan kultur nasofarengeal dengan hitung darah lengkap trombosit, kadar PH.

Intervensi
1.    Lakukan cici tangan pada orang tua, staf, dan tenaga kesehatan lain, gunakan antiseptic dalam membantu prosedur invansif.
Rasional :
  • Mencuci tangan adalah praktek yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang serta mengontrol infeksi dalam ruang perawatan.
2.    Berikan jalan yang adekuat antara bayi, gunakan ruangan isolasi terpisah dan tekhnik isolasi sesuai indikasi.
Rasional :
  • Memberikan jarak 4-6 x dengan bayi, membantu mencegah penyebaran droplet infection melalui udara.
3.    Kaji bayi terhadap tanda infeksi (ketidakstabilan suhu, hipotermia atau hipotermi).
Rasional :
  • Bermanfaat dalam mendiagnosa infeksi.
4.    Lakukan perawatan tali pusat sesuai protokol.
Rasional :
  • Penggunaan alcohol, tripel day dan berbagai antimikroba yang membantu mencegah kolonisasi.
5.    Siapkan lokasi tempat prosedur invansif dengan alcohol 70 %.
Rasional :
  • Menurunkan insiden kemungkinan phlebitis atau bakteriemia.
6.    Gunakan teknhik aseptic selama penghisapan.
Rasional :
  • Menurunkan kesempatan untuk masuknya bakteri yang dapat mengakibatkan infeksi pernapasan.
7.    Observasi terhadap tanda syok atau koagulasi intravaskuler diseminata (KID) seperti bradikardi, penurunan TD, ketidakstabilan suhu, malas minum, edema dan eritema pada dinding abdomen.
Rasional :
  • KID dapat terjadi dengan septic gram negatif.
8.    Berikan ASI untuk pemberian makan bila tersedia.
Rasional :
  • ASI mengandung IgA, makrofak, limfosit dan netrofil yang memberikan beberapa perlindungan dari infeksi. 
9.    Berikan antibiotik intravena sesuai dengan laporan sensitivitas.
Rasional :
  • Antibiotik spectrum luas meliputi ampisilin dan aminoglikosida biasanya diindikasikan, menunggu hasil test kultur dan sensitivitas. 
10.    Pantau Pemeriksaan laboratorium (jumlah trombosit, glukosa darah dan kadar Ph serum).
Rasional :
  • Prematuritas menunjukkan respons imun pada infeksi. Sepsis menyebabkan jumlah trombosit menurun, hipoglikemi, hiperglikemi atau asidosis metabolic menandakan infeksi.
11.    Berikan imunoglobuliin intravena dengan tepat
Rasional :
  • Penelitian menunjukkan Ig intravena dapat meningkatkan laju kehidupan pada bayi septic.

DP 7.  Integritas Kulit
Kriteria Hasil :
-    Mempertahankan kulit utuh
-    Bebas dari cidera dermal

Intervensi
1.    Observasi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan.
Rasional :
  • Mengidentifikasi area potensial derma yang dapat mengakibatkan sepsis.
2.    Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin soap. Berikan jelly petroleum pada bibir.
Rasional :
  • Membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir berkenaan dengan tidak adanya masukan oral atau efek kering dari terapi oksigen.
3.    Hindari penggunaan agen topical keras : cuci dengan hati-hati larutan profidon iodine setelah prosedur.
Rasional :
  • Membantu mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier pelindung epidernal. 
4.    Minimalkan penggunaan plester untuk mengamankan selang, elektroda dan jalur IV.
Rasional :
  • Melepaskan plester dapat melepaskan lapisan epidermal, karena kohesi antara plester dan korneum stratum lebih baik daripada antara dermis dan epidermis.
5.    Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun ringan. Minimalkan manipulasi kulit bayi.
Rasional :
  • Setelah 4 hari kulit mengalami bakterisida Ph asam.
6.    Berikan latihan tentang gerak, perubahan poisisi rutin dan bantal kecil yang terbuat dari bahan yang lembut.
Rasional :
  • Membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan edema dermis atau kurangnya lemak subkutan di atas tonjolan tulang.
7.    Berikan salep antibiotic pada daerah yang pecah.
Rasional :
  • Meningkatkan pemulihan pecah-pecah dan iritasi berkenaan dengan pemberian oksigen dapat membantu mencegah infeksi.

Daftar Pustaka


Bobak, Irene M, Deitra L. Lowdermilk, dkk. (1995). Buku Ajar Keperawatan     Maternitas. Edisi ke-4. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini (2004). Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E., Mary Frances M., dkk. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi ke-3. Alih bahasa: I Made Kariasa (1999). Jakarta: EGC.

________(1994). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi ke-2. Alih bahasa: Monica Ester (2001). Jakarta: EGC.

Klaus, Marshall H, (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi Bahasa Indonesia edisi 4, Jakarta, EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde, (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. (1989). Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi.Ed 2.Jakarta: EGC

Oxorn H, Forte WR., (1990). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Alih bahasa: M. Hakimi. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Pritchard, Jack A., Mac Donald PC., (1991). Obstetri Williams. Edisi ke-17. Alih bahasa: R. Hariadi, dkk. Surabaya: Airlangga University Press.

Saifuddin, Abdul Bari, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, dkk (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Walsh, Linda V., (2001). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Alih bahasa: Wilda Eka H. (2007). Jakarta: EGC.


0 komentar

Posting Komentar