Minggu, 12 Agustus 2018

Laporan Pendahuluan (LP) Appendiksitis / Apendisitis


Laporan Pendahuluan (LP) Appendiksitis


BAB I
KONSEP DASAR


APPENDIKSITIS
  1. PENGERTIAN
Appendiksitis akut adalah penyebab paling umum imflamasi pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smaltzer, 2001)
Appendiksitis adalah kondisi dimana infeksis terjadi di umbai cacing. Dalam kasus  ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur ( Anonim, Appendiksitis, 2007).
Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus  buntu atau umbai cacing (Appendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sokum (cacing). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Appendiksitis, 2007).

  1. ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIKS
                        Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak diujung sacrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo sekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari sekum. Pada pertemuan ketiga taenia, yaitu taenia anterior,medial dan posterior. Secara klinik Appendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat, panjang Kira – Kira 6 - 9 cm. Lebar 0.3 – 0.7 cm, isi 0.1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

  1. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis :
1.      Apendisitis akut, dibagi atas : Apendisitis akut fokalis atau sementalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur local, apendidisitis purulenta difus, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.      Apendisitis kronis, dibagi atas : Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur local. Appandisitis kronis obliteritiva yaitu Appendisitis miring, biasanya di temukan pada usia tua.  (www.google.com.ruang cempaka RSUD pandanaran Boyolali oleh Saputra  Muhammad Arif, 2008)
3.      Apendisitis Infiltrat, adalah proses radang Appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus serta peritoneum di sekitarnya sehingga membentuk massa (apendical mass) umumnya massa apendik berbentuk pada hari keempat sejak peradangan mulai, apabila tidak terjadi peritonitis umum, massa Appendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengana baik dan omentum telah cukup panjang dan telah membungkus proses radang. ( Mansjoer, A,dkk,2000 )

  1. ETIOLOGI
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang di sebabkan oleh obstruksi atau peyumbatan akibat :
1.      Hiperplasia dari folikel limfoid
2.      Adanya fekalit dalam Lumen Appendiks
3.      Tumor Apediks.
4.      Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5.      Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba Hiystilotica. ( cacing parasit)
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional Appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon. (Syamsyuhidayat; 2004).

  1. TANDA DAN GEJALA
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah tepatnya di daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat, dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri takan lepas mungkin akan di jumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi Appendiks. Bila Appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah Lumbal : bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat di ketahui pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada defekasi menunjukan bahwa ujung Appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rectum kanan dapat terjadi. (www.google.com.ruang cempaka RSUD pandanaran Boyolali oleh Saputra Muhammad Arif, 2008)

  1. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama Appendiksitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hyperplasia dari folikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen Appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, striktur karena fibrosis akibat adanya peradangan sebelumyna.
Obstruksi appendiks itu menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus  yang terbendung makin banyak dan menekan dinding Appendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum partikel setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit/ nyeri di area kanan bawah, keadaaan ini disebut dengan Appendiksitis supuratif akut.  Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergi dan ini disebut dengan Appendiksitis gangrenosa. Bila dinding Appendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan Appendiksitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi appendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai Appendiksitis abses.
Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relative lebih panjang, dinding Appendiks yang lebih tipis dan daya tubuh yang  masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrate ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi, 1982).

Laporan Pendahuluan (LP) Appendiksitis / Apendisitis, Laporan Pendahuluan (LP) Appendiksitis

  1. KOMPLIKASI
Ø  Komplikasi dengan pembentukan abses
Ø  Peritonitis generalisata
Ø  Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

  1. PENCEGAHAN
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi dan peradangan pada lumen Appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya zat tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangguan perforasi dan peritonitis.

  1. PENATALAKSANAAN
Pada Appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi Appendiksitis. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di observasi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristalik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
·         Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
·         Tindakan operatif. Appendiktomi. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri  tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang. (www.google.com.ruang cempaka RSUD pandanaran Boyolali oleh Saptura Muhammad Arif, 2008)

  1. FOKUS PENGKAJIAN
      Data-data yang di kumpulkan atau di kaji meliputi :
a.       Identitas diri
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang  nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, dan pekerjaan.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan / berobat ke rumah sakit biasanya pada pasien dengan Appendiksitis di dapatkan keluhan berupa nyeri pada abdomen sebelah kanan bawah tepatnya pada titik Mc burney, akibat inflamasi pada Appendiks yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat beraktifitas maupun saat beristirahat.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan Appendiksitis biasanya akan di awali dengan adanya tanda-tanda seperti suhu badan naik, mual, muntah, perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul, apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan penyakit atau gejala lain yang pernah di derita pasien seperti konstipasi, asites, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.       Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit – penyakit Appendiksitis, hepatitis, gastritis dan lain-lain.
f.       Riwayat sosial ekonomi, budaya dan lingkungan.
g.      Genogram
Berisi tentang silsilah keluarga pasien
h.      Fokus pengkajian silsilah keluarga pasien.
1)      Pola dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan makan makanan yang kurang serat yang mengakibatkan susah BAB.
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pada nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. Selain itu perlu di tanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di rumah sakit, pasien dengan apendisitis akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari adanya rasa mual dan muntah. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien dengan Appendiksitis keadaan umumnya lemah.
3)      Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminassi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan selama di rumah sait. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest, sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristalik otot-otot tractus digestivus.
4)      Pola aktivitas dan latihan
Akibat adanya peradangan (inflamasi) pada apendik atau post op appendiktomi, pasien dengan Appendiksitis akan mengalami nyeri yang tajam pada aktifitas minimal, disamping itu pasien juga akan mengurangi aktifitasnya akibat ada nyeri akut. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien di Bantu oleh perawat dan keluarganya.


5)      Pola tidur dan istirahat
Adanya rasa nyeri perut bagian kanan bawah dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat. Selain itu akibat perubahan kondisi dari lingkungan rumah yang tenang kelingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan sebagainya.
6)      Pola hubungan dan peran
Akibat sakitnya, secara langsung pesien akan mengalami perubahan peran dirumah dan masyarakat selain itu juga mempengaruhi hubungan inter personal pasien.
7)      Pola persepsi dan konsep lain
Pola persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah pasien yang tadinya sehat tiba-tiba mengalami sakit, sebagai orang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadaap dirinya.
8)      Pola sensori dan kogniti
Fungsi panca indra pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berfikirnya.
9)      Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien  dalam hal ini terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya lemah.
10)  Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya tentang penyakitnya.
11)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakit ini adalah suatu cobaan dari tuhan.

  1. PEMERIKSAAN FISIK (Menurut Kapira Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2, Arif Mansjoer)
1)      Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu di kaji, bagaimana  penampilan pasien secara umum, perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan serta TTV.

2)      System respirasi
I     : bentuk torax, postur tubuh, lihat adanya kelainan seperti bentuk dada
        barel chast, farel chast, risort chast.
Pa : melakukan teknik focal fremitus, periksa adanya nyeri tekan.
Pe  : periksa apakah terdapat suara pekak, resonan, Hiper resonan / timpani.
Au             : mendengarkan bunyi paru vesikuler, bronchial, bronco vesikuler.
3)      Dada
I     : letak ictus cordis, normal pada ICS V pada lineaa media claviculaus  kiri
        selebar 1 cm.
Pa : menentukan IC
Pe  : untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Au             : menentukan suara jantung 1 dan II, gallop, adakah bunyi jantung III        
        dan murmur.
4)      System pencernaan
I     : Apakah abdomen membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau               tidak, umbilicus menonjol  atau tidak, ada benjolan / massa.
Au : mendengar paristaltik usus dimana normalnya 5 – 35 x / menit
Pa      : terdapat nyeri pada abdomen yang meningkat dan terlokalisir pada titik
            mc burney. (setengah jarak antara umbilikal dan tulang ileum kanan).
pe : normanya timpani, adanya massa atau cairan akan menimbulkan suara
        pekak (hepar, asites, tumor).
5)      System neurologist
Pada infeksi tingkat kesadaran perlu dikaji, selain itu pemeriksaan GCS apakah composmentis, somnolen atau Koma.
6)      System musculoskletal
Pada inspeksi perlu di perhatikan adakah odema, pemeriksaan CRT, dan kekuatan otot.
7)      System integument
Inspeksi warna kulit, ada tidaknya lesi pada kulit, sianosis, pada palpasi perlu diperiksa kehangatan kulit.

  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes  protein aktif (CRP).
Padaa pemeriksaan darah lengkap di temukan jumlah leukosit antara 10.000 – 20.000 / ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat 1,6. (www.google.com09-1-2010).
2.      Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiology terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada Appendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT – Scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari Appendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum 3,5. (www.google.com09-1-201

M. FOKUS INTERVENSI
Adapun diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan pada pasien dengan appendiktomi menurut (Doengoes, 1999,Carpenito, 1999)
  1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka  post operasi.
Hasil yang diharapakan :
    • Klien melaporkan nyeri hilang
    • Pasien tampak rileks
INTERVENSI :
a.       Kaji skala nyeri ( 0 – 10 )
b.      Ukur tanda-tanda vital
c.       Berikan posisi yang nyaman (dengan perubahan posisi)
d.      Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
e.       Jaga lingkungan (Membatasi pengunjung)
f.       Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
  1. Resiko infeksi berhubungan dengan  prosedur invasif.
Hasil yang diharapkan :
    • Tidak terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
    • Mencapai waktu penyembuhan
INTERVENSI
1.      Monitor tanda-tanda vital
2.      Monitor tanda-tanda infeksi
3.      Ganti balutan  dan botol drain tiap hari
4.      Gunakan tehnik aseptic setiap tindakan perawatan luka
5.      Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi.
  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan skunder terhadap anestesi, hipoksia, jaringan keridak cukupan cairan dan nutrisi (Carpanito, 999).
Hasil yang diharapkan :
Pasien toleransi terhadap aktivitas dibuktikan dengan ambulasi progresif dan kemampuan untuk melakukan aktifitas.
INTERVENSI
1)      Dorongan kemajuan tingkat aktifitas sesuai indikasi
2)      Tingkatkan aktivitas merawat diri
3)      Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian.
4)      Identifikasi dan dorong kemajuan pasien dalam aktivitas

  1. Resiko / perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia hasil yang diharapkan.
Hasil yang diharapkan :
·         Pasien melaporkan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
·         Berat badan meningkat
·         Porsi makan yang disediakan habis
INTERVENSI :
1.      Kaji riwayat nutrisi pasien termasuk makanan yang disukai
2.      Observasi dan catat masukan makanan pasien
3.      timbang berat badan setiap hari
4.      Bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan.
5.      observasi dan catat adanya mual, muntah, dan flatus.
6.      berikan makanan yang tidak berpantangan sedikit dan sering diantara waktu makan.
7.      kolaborasi pemberian vitamin dan suplemen atau anti emetik sesuai indikasi.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah. Volume 2, EGC, Jakarta.
  2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
  3. Doenges, Marlyn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000. Jakarta
  4. Elizabeth,3. Corwin, Buku saku Patofisiologi, EGC. Jakarta.
  5. Ester, Monica, SKP, Keperawatan Medikal Beda (Pendekatan Eastro Intestinal). EGC. Jakarta.
  6. Pator, M. Nowschhanson, segi praktis ilmu bedah untukpemula. Bina Akasara Jakarta. 
  7. https://perawatkitasatu.blogspot.com "asuhan Keperawatan Appendisitis"
  8. www.google.comAsuhan Keperawatan APPENDIKSITIS “18November 2009. (Ruang Cempaka RSUD Pandanaran Boyolali Oleh”Saputra Muhammad Arif(2008).
  9. www.google.comPEMERIKSAAN PENUNJANG APPENDIKSITIS”09-1-2010.
  10. https://asuhankeperawatanoke.blogspot.com "LP Appendiksitis"







BAB I
KONSEP DASAR


APPENDIKSITIS
  1. PENGERTIAN
Appendiksitis akut adalah penyebab paling umum imflamasi pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smaltzer, 2001)
Appendiksitis adalah kondisi dimana infeksis terjadi di umbai cacing. Dalam kasus  ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur ( Anonim, Appendiksitis, 2007).
Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus  buntu atau umbai cacing (Appendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sokum (cacing). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Appendiksitis, 2007).

  1. ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIKS
                        Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari. Appendiks terletak diujung sacrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo sekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari sekum. Pada pertemuan ketiga taenia, yaitu taenia anterior,medial dan posterior. Secara klinik Appendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat, panjang Kira – Kira 6 - 9 cm. Lebar 0.3 – 0.7 cm, isi 0.1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

  1. KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis :
1.      Apendisitis akut, dibagi atas : Apendisitis akut fokalis atau sementalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur local, apendidisitis purulenta difus, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.      Apendisitis kronis, dibagi atas : Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur local. Appandisitis kronis obliteritiva yaitu Appendisitis miring, biasanya di temukan pada usia tua.  (www.google.com.ruang cempaka RSUD pandanaran Boyolali oleh Saputra  Muhammad Arif, 2008)
3.      Apendisitis Infiltrat, adalah proses radang Appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus serta peritoneum di sekitarnya sehingga membentuk massa (apendical mass) umumnya massa apendik berbentuk pada hari keempat sejak peradangan mulai, apabila tidak terjadi peritonitis umum, massa Appendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengana baik dan omentum telah cukup panjang dan telah membungkus proses radang. ( Mansjoer, A,dkk,2000 )

  1. ETIOLOGI
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang di sebabkan oleh obstruksi atau peyumbatan akibat :
1.      Hiperplasia dari folikel limfoid
2.      Adanya fekalit dalam Lumen Appendiks
3.      Tumor Apediks.
4.      Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5.      Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba Hiystilotica. ( cacing parasit)
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional Appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon. (Syamsyuhidayat; 2004).

  1. TANDA DAN GEJALA
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah tepatnya di daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat, dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri takan lepas mungkin akan di jumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi Appendiks. Bila Appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah Lumbal : bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat di ketahui pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada defekasi menunjukan bahwa ujung Appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rectum kanan dapat terjadi. (www.google.com.ruang cempaka RSUD pandanaran Boyolali oleh Saputra Muhammad Arif, 2008)

  1. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama Appendiksitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hyperplasia dari folikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen Appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, striktur karena fibrosis akibat adanya peradangan sebelumyna.
Obstruksi appendiks itu menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus  yang terbendung makin banyak dan menekan dinding Appendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum partikel setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit/ nyeri di area kanan bawah, keadaaan ini disebut dengan Appendiksitis supuratif akut.  Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergi dan ini disebut dengan Appendiksitis gangrenosa. Bila dinding Appendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan Appendiksitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi appendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai Appendiksitis abses.
Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relative lebih panjang, dinding Appendiks yang lebih tipis dan daya tubuh yang  masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrate ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi, 1982).

Laporan Pendahuluan (LP) Appendiksitis / Apendisitis, Laporan Pendahuluan (LP) Apendisitis

  1. KOMPLIKASI
Ø  Komplikasi dengan pembentukan abses
Ø  Peritonitis generalisata
Ø  Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

  1. PENCEGAHAN
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi dan peradangan pada lumen Appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya zat tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangguan perforasi dan peritonitis.

  1. PENATALAKSANAAN
Pada Appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi Appendiksitis. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di observasi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristalik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
·         Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
·         Tindakan operatif. Appendiktomi. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri  tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang. (www.google.com.ruang cempaka RSUD pandanaran Boyolali oleh Saptura Muhammad Arif, 2008)

  1. FOKUS PENGKAJIAN
      Data-data yang di kumpulkan atau di kaji meliputi :
a.       Identitas diri
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang  nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, dan pekerjaan.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan / berobat ke rumah sakit biasanya pada pasien dengan Appendiksitis di dapatkan keluhan berupa nyeri pada abdomen sebelah kanan bawah tepatnya pada titik Mc burney, akibat inflamasi pada Appendiks yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat beraktifitas maupun saat beristirahat.
c.       Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan Appendiksitis biasanya akan di awali dengan adanya tanda-tanda seperti suhu badan naik, mual, muntah, perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul, apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan penyakit atau gejala lain yang pernah di derita pasien seperti konstipasi, asites, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.       Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit – penyakit Appendiksitis, hepatitis, gastritis dan lain-lain.
f.       Riwayat sosial ekonomi, budaya dan lingkungan.
g.      Genogram
Berisi tentang silsilah keluarga pasien
h.      Fokus pengkajian silsilah keluarga pasien.
1)      Pola dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan makan makanan yang kurang serat yang mengakibatkan susah BAB.
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pada nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. Selain itu perlu di tanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di rumah sakit, pasien dengan apendisitis akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari adanya rasa mual dan muntah. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien dengan Appendiksitis keadaan umumnya lemah.
3)      Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminassi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan selama di rumah sait. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest, sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristalik otot-otot tractus digestivus.
4)      Pola aktivitas dan latihan
Akibat adanya peradangan (inflamasi) pada apendik atau post op appendiktomi, pasien dengan Appendiksitis akan mengalami nyeri yang tajam pada aktifitas minimal, disamping itu pasien juga akan mengurangi aktifitasnya akibat ada nyeri akut. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien di Bantu oleh perawat dan keluarganya.


5)      Pola tidur dan istirahat
Adanya rasa nyeri perut bagian kanan bawah dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat. Selain itu akibat perubahan kondisi dari lingkungan rumah yang tenang kelingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan sebagainya.
6)      Pola hubungan dan peran
Akibat sakitnya, secara langsung pesien akan mengalami perubahan peran dirumah dan masyarakat selain itu juga mempengaruhi hubungan inter personal pasien.
7)      Pola persepsi dan konsep lain
Pola persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah pasien yang tadinya sehat tiba-tiba mengalami sakit, sebagai orang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadaap dirinya.
8)      Pola sensori dan kogniti
Fungsi panca indra pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berfikirnya.
9)      Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien  dalam hal ini terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya lemah.
10)  Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya tentang penyakitnya.
11)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakit ini adalah suatu cobaan dari tuhan.

  1. PEMERIKSAAN FISIK (Menurut Kapira Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2, Arif Mansjoer)
1)      Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu di kaji, bagaimana  penampilan pasien secara umum, perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan serta TTV.

2)      System respirasi
I     : bentuk torax, postur tubuh, lihat adanya kelainan seperti bentuk dada
        barel chast, farel chast, risort chast.
Pa : melakukan teknik focal fremitus, periksa adanya nyeri tekan.
Pe  : periksa apakah terdapat suara pekak, resonan, Hiper resonan / timpani.
Au             : mendengarkan bunyi paru vesikuler, bronchial, bronco vesikuler.
3)      Dada
I     : letak ictus cordis, normal pada ICS V pada lineaa media claviculaus  kiri
        selebar 1 cm.
Pa : menentukan IC
Pe  : untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Au             : menentukan suara jantung 1 dan II, gallop, adakah bunyi jantung III        
        dan murmur.
4)      System pencernaan
I     : Apakah abdomen membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau               tidak, umbilicus menonjol  atau tidak, ada benjolan / massa.
Au : mendengar paristaltik usus dimana normalnya 5 – 35 x / menit
Pa      : terdapat nyeri pada abdomen yang meningkat dan terlokalisir pada titik
            mc burney. (setengah jarak antara umbilikal dan tulang ileum kanan).
pe : normanya timpani, adanya massa atau cairan akan menimbulkan suara
        pekak (hepar, asites, tumor).
5)      System neurologist
Pada infeksi tingkat kesadaran perlu dikaji, selain itu pemeriksaan GCS apakah composmentis, somnolen atau Koma.
6)      System musculoskletal
Pada inspeksi perlu di perhatikan adakah odema, pemeriksaan CRT, dan kekuatan otot.
7)      System integument
Inspeksi warna kulit, ada tidaknya lesi pada kulit, sianosis, pada palpasi perlu diperiksa kehangatan kulit.

  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes  protein aktif (CRP).
Padaa pemeriksaan darah lengkap di temukan jumlah leukosit antara 10.000 – 20.000 / ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat 1,6. (www.google.com09-1-2010).
2.      Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiology terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada Appendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT – Scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari Appendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum 3,5. (www.google.com09-1-201

M. FOKUS INTERVENSI
Adapun diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan pada pasien dengan appendiktomi menurut (Doengoes, 1999,Carpenito, 1999)
  1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka  post operasi.
Hasil yang diharapakan :
    • Klien melaporkan nyeri hilang
    • Pasien tampak rileks
INTERVENSI :
a.       Kaji skala nyeri ( 0 – 10 )
b.      Ukur tanda-tanda vital
c.       Berikan posisi yang nyaman (dengan perubahan posisi)
d.      Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
e.       Jaga lingkungan (Membatasi pengunjung)
f.       Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
  1. Resiko infeksi berhubungan dengan  prosedur invasif.
Hasil yang diharapkan :
    • Tidak terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
    • Mencapai waktu penyembuhan
INTERVENSI
1.      Monitor tanda-tanda vital
2.      Monitor tanda-tanda infeksi
3.      Ganti balutan  dan botol drain tiap hari
4.      Gunakan tehnik aseptic setiap tindakan perawatan luka
5.      Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi.
  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kelemahan skunder terhadap anestesi, hipoksia, jaringan keridak cukupan cairan dan nutrisi (Carpanito, 999).
Hasil yang diharapkan :
Pasien toleransi terhadap aktivitas dibuktikan dengan ambulasi progresif dan kemampuan untuk melakukan aktifitas.
INTERVENSI
1)      Dorongan kemajuan tingkat aktifitas sesuai indikasi
2)      Tingkatkan aktivitas merawat diri
3)      Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian.
4)      Identifikasi dan dorong kemajuan pasien dalam aktivitas

  1. Resiko / perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia hasil yang diharapkan.
Hasil yang diharapkan :
·         Pasien melaporkan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
·         Berat badan meningkat
·         Porsi makan yang disediakan habis
INTERVENSI :
1.      Kaji riwayat nutrisi pasien termasuk makanan yang disukai
2.      Observasi dan catat masukan makanan pasien
3.      timbang berat badan setiap hari
4.      Bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan.
5.      observasi dan catat adanya mual, muntah, dan flatus.
6.      berikan makanan yang tidak berpantangan sedikit dan sering diantara waktu makan.
7.      kolaborasi pemberian vitamin dan suplemen atau anti emetik sesuai indikasi.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah. Volume 2, EGC, Jakarta.
  2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
  3. Doenges, Marlyn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000. Jakarta
  4. Elizabeth,3. Corwin, Buku saku Patofisiologi, EGC. Jakarta.
  5. Ester, Monica, SKP, Keperawatan Medikal Beda (Pendekatan Eastro Intestinal). EGC. Jakarta.
  6. Pator, M. Nowschhanson, segi praktis ilmu bedah untukpemula. Bina Akasara Jakarta. 
  7. https://perawatkitasatu.blogspot.com "asuhan Keperawatan Appendisitis"
  8. www.google.comAsuhan Keperawatan APPENDIKSITIS “18November 2009. (Ruang Cempaka RSUD Pandanaran Boyolali Oleh”Saputra Muhammad Arif(2008).
  9. www.google.comPEMERIKSAAN PENUNJANG APPENDIKSITIS”09-1-2010. 
  10. https://asuhankeperawatanoke.blogspot.com "LP Appendiksitis"
 

0 komentar

Posting Komentar